Sub Topik

Intervensi terhadap korban bullying biasanya melibatkan konseling atau terapi. Ini karena pengalaman bullying dapat menimbulkan masalah psikis. Walau demikian, setiap kasus bisa memiliki keunikan tersendiri. Itu sebabnya, terapi psikis untuk korban bullying bisa berbeda-beda dari satu individu dengan individu lainnya.
Bullying dan Kesehatan Mental
Bullying adalah tindakan menyiksa dan merendahkan orang yang lebih lemah. Korban bisa mengalami dampak negatif akibat bullying, termasuk berbagai masalah terkait kesehatan mental.
Bullying Menurunkan Kualitas Hidup
Siswa yang mengalami bullying di sekolah tentu tidak bisa belajar dengan baik. Karyawan yang menjadi target bullying di kantor tidak dapat bekerja dengan maksimal. Tidak hanya itu, hubungan sosial, kesehatan, perkembangan, dan berbagai aspek hidup korban ikut terpengaruh.
Bullying Menimbulkan Trauma
Pengalaman bullying yang berlangsung terus-menerus dapat menimbulkan trauma, baik secara fisik maupun mental. Trauma mental atau psikis yang tidak ditangani dengan baik dapat termanifestasi menjadi gangguan mental tertentu. Di antaranya adalah depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan, dan PTSD. Bagaimana cara menyembuhkan trauma dari korban bullying tergantung kepada gejala dan gangguan yang dialami akibat trauma tersebut.
Bullying Memperparah Gejala Gangguan Mental
Bagi orang dengan gejala gangguan mental tertentu, pengalaman bullying dapat memperparah kondisi yang ada. Misalnya, orang yang memiliki gejala kecemasan sosial akan semakin menghindari situasi sosial secara ekstrem.
Penanganan Psikolog untuk Korban Bullying
Penanganan yang diberikan kepada korban bullying sangat bergantung kepada bentuk gangguan atau dampak yang dialami. Selain itu, penanganan tidak dapat dipisahkan dari proses penegakan diagnosis.
Penanganan yang diberikan kepada korban bullying sangat bergantung kepada bentuk gangguan atau dampak yang dialami.
Setiap Kasus Unik
Walaupun setiap bullying memiliki ciri yang sama, yaitu tindakan penyiksaan dan merendahkan, setiap kasus tetap memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan tersebut bisa bersumber dari kepribadian korban, tindakan penyiksaan yang dialami, hubungan korban dengan pelaku, dan lain sebagainya. Karena keunikan tersebut, tidak ada satu penanganan yang sama untuk korban bullying.
Dimulai dengan Pemeriksaan
Psikolog akan memulai intervensi dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait korban dan pengalaman bullying. Informasi yang dikumpulkan berupa gejala yang dialami, latar belakang pribadi individu, perasaan, pikiran, dan berbagai informasi terkait lainnya. Untuk mendapatkan berbagai informasi tersebut, psikolog menggunakan berbagai alat dan teknik psikologis.
Selain korban, proses pengumpulan data ini bisa melibatkan pihak lain. Pada siswa misalnya, bisa melibatkan orang tua, guru, dan teman. Pada orang dewasa yang mengalami bullying di tempat kerja, mungkin melibatkan pasangan, teman, dan rekan kerja yang dipercaya.
Menegakkan diagnosis
Setelah psikolog merasa data yang dikumpulkan cukup memadai, maka data dianalisis dan diagnosis ditegakkan. Diagnosis akan menentukan rencana intervensi selanjutnya. Itu sebabnya dibutuhkan profesional untuk menegakkan diagnosis gangguan mental yang benar.
Menentukan Terapi yang Sesuai
Setelah diagnosis ditegakkan, langkah selanjutnya adalah membuat rencana terapi yang sesuai. Terapi dipilih berdasarkan diagnosis gangguan yang dialami, kemampuan individu untuk merespon terapi (seperti kondisi kognitif dan emosional), dukungan sosial yang tersedia, dan berbagai pertimbangan lainnya.
Sebagai contoh, sebagian individu diintervensi dengan Terapi Keluarga (family therapy) karena orang tua dan anggota keluarga lainnya bisa dan perlu dilibatkan dalam proses terapi. Pada kasus lain, psikolog mungkin memilih terapi seni (art therapy) karena individu menolak atau belum siap untuk berbicara tentang bullying yang ia alami.

Pelaksanaan Terapi
Tergantung kepada kasusnya, durasi terapi psikologis bisa beragam. Selama pelaksanaan terapi, psikolog akan mengevaluasi dan menyesuaikan kecepatan atau teknik-teknik terapi berdasarkan perkembangan individu. Dukungan orang lain, seperti keluarga, guru, atau teman, tetap sangat dibutuhkan untuk menunjang efektivitas terapi.
Pembekalan
Rencana terapi yang menyeluruh biasanya melibatkan pelatihan untuk menghadapi kemungkinan kambuh. Artinya, individu dilengkapi dengan kemampuan untuk menolong diri sendiri jika gejalanya muncul kembali di masa yang akan datang. Atau setidaknya ia dapat mencari bantuan dari orang sekitar dalam situasi darurat terkait kesehatan mental.
Terapi Psikis untuk Korban Bullying
Dalam dunia kesehatan mental, ada banyak terapi yang dikembangkan dan diaplikasikan untuk membantu orang-orang dengan berbagai masalah kesehatan mental. Beberapa terapi yang sering digunakan untuk membantu korban bullying antara lain adalah CBT, art therapy, family therapy, group therapy, dan pelatihan keterampilan sosial. Perlu diingat bahwa terapi-terapi tersebut hanya sebagian dari berbagai terapi yang bisa digunakan untuk menangani korban bullying.
Beberapa terapi yang sering digunakan untuk membantu korban bullying antara lain adalah CBT, art therapy, family therapy, group therapy, dan pelatihan keterampilan sosial.
Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
CBT merupakan salah satu terapi yang paling sering digunakan terkait bullying, baik sebagai intervensi maupun pencegahan bullying. CBT bahkan digunakan sebagai terapi untuk pelaku bullying. Bagi korban, CBT terbukti dapat mengurangi gejala cemas, depresi, dan keluhan fisik yang muncul akibat bullying.
Art Therapy (Terapi Seni)
Terapi seni dikembangkan dari aliran psikodinamika. Dasar pemikirannya adalah pengekspresian bebas dalam bentuk seni. Individu dapat menyalurkan stres, kecemasan, dan berbagai internalisasi akibat trauma dengan berkarya. Biasanya ini melibatkan menggambar, mewarnai, melukis, memahat, dan bahkan menulis.
Group Therapy (Terapi Kelompok)
Terapi yang dilakukan secara berkelompok biasanya menggunakan teknik-teknik CBT. Pelaksanaan terapi kelompok efektif untuk membantu korban karena bullying berhubungan dengan pengasingan sosial dan kesepian. Sekelompok korban yang saling bertukar pikiran dan menguatkan merupakan kondisi kebalikan dari pengasingan dan kesepian. Hubungan yang kemudian terbentuk juga menjadi sumber dukungan saat mengalami kambuh di masa depan.
Family Therapy (Terapi Keluarga)
Ada kalanya pola asuh atau komunikasi dalam keluarga membuat anak rentan menjadi target bullying. Pada situasi demikian, maka terapi keluarga menjadi salah satu pilihan. Terapi ini bertujuan membangun kebiasaan dan komunikasi yang lebih efektif dalam keluarga. Dengan perubahan pola pikir dan tingkah laku yang ada, anak kemudian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik di lingkungan sekolah dan pertemanan. Secara tidak langsung ini juga membangun daya tahan (resiliensi) dan menurunkan risiko sebagai target bullying.
Social Skill Training (Pelatihan Keterampilan Sosial)
Intervensi yang satu ini mungkin lebih kepada pencegahan di masa yang akan datang. Walau demikian, ini sangat penting agar individu dapat mempertahankan diri dari kemungkinan bullying kembali terjadi. Pelatihan keterampilan sosial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi, daya tahan atau resiliensi, komunikasi yang efektif untuk meningkatkan hubungan sosial, dan kepercayaan diri. Tujuan akhirnya adalah agar individu mampu membangun hubungan sosial. Dengan demikian, diharapkan ia tidak lagi menjadi target bullying, karena bully atau pelaku biasanya menyerang orang yang lemah secara sosial.
Terapi yang Tepat untuk Korban Bullying Ditentukan oleh Diagnosis
Bullying dapat menimbulkan trauma dan berbagai masalah mental pada korbannya. Berkonsultasi kepada profesional seperti psikolog merupakan langkah penanganan yang aman untuk membantu korban mengatasi berbagai dampak tersebut.
Psikolog tidak hanya menegakkan diagnosis, tetapi juga membuat rencana terapi dan pelatihan agar korban bullying dapat mengendalikan gejala yang ada dan membangun hubungan sosial yang lebih sehat.
Referensi
Park, T. Y., et al. (2021). Multiple case study on family therapy for middle school bullying victims in South Korea. The American journal of family therapy.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Rajabi, M., et al. (2017). Effectiveness of cognitive-behavioral group therapy on coping strategies and in reducing anxiety, depression, and physical complaints in student victims of bullying. International journal of high risk behaviors and addiction, 6(2).
Triantoro, S. & Astrid, Y. The efficacy of art therapy to reduce anxiety among bully victims. International journal of research studies in psychology, 3(4):77-88.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog