Sub Topik

Bullying di lingkungan sekolah adalah perilaku buruk di antara siswa yang dapat dihentikan. Walaupun tak serta merta dan membutuhkan keterlibatan semua pihak, usaha stop bullying untuk menghentikan perundungan di sekolah dapat dilakukan.
Walaupun tak serta merta dan membutuhkan keterlibatan semua pihak, usaha stop bullying untuk menghentikan perundungan di sekolah dapat dilakukan.
Terdapat beberapa langkah untuk mengidentifikasi dan mengatasi bullying di sekolah. Jung (2018) menjelaskan 3 faktor yang menjadi akar tindakan perundungan ini. Kemudian, strategi untuk mengurangi bullying di sekolah dapat diterapkan untuk menyelesaikan setiap akar masalah.
Memahami Akar Tindakan Bullying
Berikut ini adalah 3 klasifikasi akar masalah pemicu tindakan perundungan yang dilakukan oleh siswa terhadap temannya di sekolah:
1. Faktor Pribadi
Pertama adalah faktor pribadi dari individu yang bertindak sebagai pelaku perundungan serta individu yang menjadi korban. Rupanya, terdapat beberapa hal yang membuat seorang siswa memiliki kecenderungan untuk menjadi pelaku maupun korban. Guru perlu jeli mengidentifikasi hal ini.
Jung mengungkapkan bahwa individu yang pernah mengalami perundungan di masa lalu memiliki kecenderungan untuk merundung orang lain. Pada siswa laki-laki, perundungan cenderung berupa kontak fisik. Sedangkan pada siswa perempuan, ia cenderung merundung secara verbal dan psikis.
Walau demikian, Jung juga mengingatkan bahwa faktor pribadi adalah kombinasi yang kompleks. Penyebabnya mungkin tidak mengerucut hanya pada satu hal saja.
Memperhatikan status self-esteem dan self-efficacy siswa dapat menjadi tindakan preventif yang tepat. Sebab, peningkatan kedua hal ini terbukti berkontribusi untuk mencegah siswa melakukan perundungan.
2. Faktor Keluarga
Kedua adalah faktor keluarga atau lingkungan sosial yang melingkupi siswa. Jung mengatakan bahwa ada kelompok tertentu yang cenderung menerima perundungan. Sebaliknya, siswa yang berasal dari keluarga yang hangat dan sering berbicara dengan orang tua mereka lebih kecil kemungkinannya terlibat perundungan, baik sebagai pelaku maupun korban.
Studi yang sama juga menyebutkan bahwa status kesehatan mental ibu dan persepsi orang tua terhadap anak juga berkontribusi. Persepsi orang tua yang negatif seperti kurang terlibat dalam pengasuhan anak atau pelaku intimidasi anak dipercaya dapat meningkatkan peluang anak menjadi pelaku perundungan.
3. Faktor Lingkungan
Shetgiri et al (2012) menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh sekolah terhadap perilaku perundungan menjadi faktor yang berpengaruh. Peraturan sekolah dan pihak yang bertanggung jawab atas penegakannya menjadi aktor penting dalam hal stop bullying atau justru sebaliknya.
Selain guru dan manajemen sekolah, siswa yang terlibat sebagai penonton perundungan juga turut mempengaruhi tumbuh suburnya perilaku buruk ini dalam lingkungan sekolah.
Menurut Jung, sebagian besar perlawanan dari siswa yang menonton berhasil menghentikan perundungan. Sayangnya, jarang ada siswa yang melakukan perlawanan.
Intervensi Komprehensif untuk Menghentikan Bullying
Setelah memahami beberapa faktor yang mempengaruhi, berikut ini adalah bagaimana mengurangi efek negatif bullying di sekolah. Beberapa langkah intervensi ini dapat dilakukan secara komprehensif sesuai dengan akar masalah yang terjadi.
1. Konseling Pribadi
Konseling atau pendampingan pribadi dilakukan sebagai salah satu solusi bullying paling mendasar. Kepada siswa yang menjadi korban, konseling perlu fokus pada pemulihan trauma serta motivasi untuk melakukan perlawanan.
Pada sisi lain, konseling secara individual dengan pelaku juga diperlukan. Hal ini penting untuk menyelesaikan akar masalah yang menyebabkan ia melakukan tindakan penindasan tersebut. Ia mungkin perlu mendapat dukungan atau pelatihan mengenai cara mengekspresikan perasaan atau emosi tanpa merundung (Bakema, 2010).
Selain itu, dalam pertemuan pribadi dengan pelaku juga dapat diinformasikan mengenai konsekuensi atau hukuman yang mungkin ia terima akibat perbuatannya (Bakema, 2010).

Dalam lingkungan sekolah, pihak yang dapat terlibat dalam konseling ini terutama adalah Guru BK dengan dukungan wali kelas. Namun tak menutup kemungkinan dapat melibatkan pihak lain, misalnya psikolog.
2. Bekerjasama dengan Orang Tua
Langkah berikutnya adalah melibatkan orang tua siswa sebagai salah satu cara terkait bagaimana menghentikan bullying. Bakema (2010) menyebutkan pihak sekolah perlu berkomunikasi dengan orang tua mengenai perilaku anak-anak di sekolah.
Selain itu, orang tua juga perlu mengetahui informasi-informasi terkait. Misalnya, tentang tindakan tegas yang akan diambil oleh sekolah sebagai konsekuensi perilaku perundungan.
Komunikasi dengan orang tua perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebab, faktor keluarga dapat menjadi akar masalah dari timbulnya perilaku perundungan itu sendiri.
Bakema (2010) juga mengingatkan bahwa pihak sekolah dapat memberi informasi pada orang tua mengenai pihak ketiga yang dapat membantu orang tua. Baik orang tua siswa dari sisi pelaku maupun korban. Misalnya adalah profesional seperti psikolog yang dapat melakukan pendampingan secara intensif.
3. Manajemen Lingkungan Sekolah
Ketika perundungan terjadi di lingkungan sekolah, maka pihak berwenang di sekolah perlu menjadi aktor utama dalam upaya stop bullying. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Promosi Anti Bullying
Pihak sekolah dapat melakukan kegiatan dalam rangka promosi anti perundungan. Antara lain adalah melalui penempelan poster terkait nilai-nilai kebaikan. Cara lain adalah mengadakan pertemuan kelas secara rutin (Jung, 2018).
Agenda yang dapat didiskusikan antara lain adalah sosialisasi terkait definisi, klasifikasi, hingga tata cara pelaporan tindakan perundungan. Sedangkan topik yang lebih lanjut adalah strategi mengatasi konflik dan pengembangan kemampuan sosial.
b. Mengerjakan Proyek
Apabila memungkinkan, sekolah dapat mengadakan proyek sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran siswa untuk menghentikan perundungan. Kegiatan ini ditujukan baik untuk pelaku, korban, maupun siswa yang selama ini menjadi penonton.
Contoh kegiatan proyek adalah meminta siswa berkelompok untuk membuat presentasi dengan topik anti perundungan. Tujuan kegiatan semacam ini adalah membuat siswa semakin mengerti dan sadar bahwa perundungan wajib dihentikan.
Alternatif lain adalah melibatkan siswa dalam situasi nyata seperti kegiatan sosial. Tujuannya adalah untuk meningkatkan empati para siswa.
c. Pendidikan Guru
Bakema (2010) menggarisbawahi tentang penting pendidikan bagi guru maupun tenaga kependidikan lain di sekolah untuk menghadapi kasus perundungan. Mulai dari hal dasar seperti definisi hingga klasifikasi tindakan perundungan.
Selain itu, bagaimana berkomunikasi dengan siswa secara pribadi maupun klasikal di kelas, hingga cara berkomunikasi dengan orang tua. Pendidikan ini dapat guru peroleh melalui bahan bacaan atau fasilitas pelatihan yang diadakan oleh pihak sekolah.
Bagian ini sangat penting sebagai kontribusi tentang bagaimana guru dapat membantu mengatasi bullying di sekolah.
d. Menegakkan Peraturan Sekolah
Hal terakhir dalam manajemen lingkungan sekolah adalah dengan menegakkan peraturan sekolah. Setelah semua pihak mengetahui semua informasi yang wajib mereka ketahui, maka sekolah dapat menegakkan peraturan dengan tegas.
Apabila diperlukan, sekolah dapat membuat persetujuan dengan orang tua dan siswa terkait hal ini. Contoh salah satu pasal dalam persetujuan misalnya adalah tindakan seperti apa yang dapat membuat siswa pelaku perundungan dikeluarkan dari sekolah.
Saatnya untuk Stop Bullying
Perundungan di sekolah dapat dihentikan dengan keterlibatan aktif dari semua pihak. Mulai dari pihak sekolah, orang tua, hingga siswa yang menjadi pelaku, korban, maupun penonton.
Walau demikian, sangat mungkin proses menghentikan perilaku buruk yang telah menjadi kebiasaan ini membutuhkan waktu. Pihak sekolah sebagai aktor penting dalam upaya stop bullying dapat melakukan langkah pertama dalam program intervensi dengan cara mengidentifikasi bullying di sekolah.
Pihak sekolah sebagai aktor penting dalam upaya stop bullying dapat melakukan langkah pertama dalam program intervensi dengan cara mengidentifikasi bullying di sekolah.
Referensi
Bakema, Charissa (2010) How to Stop Bullying in Schools: A Dutch Way. Bulletin of The Transilvania University of Brasov, Vol 3(52). Series VII: Social Science, Law. ISSN: 2066-7701.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Jung, Youn Ah (2018) What Makes Bullying Happen in School? Reviewing Contextual Characteristics Surrounding Individual and Intervention Programs on Bullying. Elementary Education Online; 17(1): dy. 1-6.
Shetgiri, R. et al (2012). Parental Characteristics Associated with Bullying Perpetration in US Children Aged 10-17 Years. American Journal of Public Health. 102(12), 2280-2286.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog