Sub Topik

Kejadian bunuh diri kerap kali terlambat untuk disadari oleh orang-orang sekitar korban. Kondisinya baru terungkap ketika korban sudah meninggal atau ketika percobaan tindakan tersebut gagal dan masih menyisakan risiko pengulangan tindakan.
Padahal, dorongan untuk mengakhiri hidup sebenarnya sudah berproses dalam diri mendiang dalam waktu yang mungkin tidak sebentar. Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran akan bunuh diri.
Dorongan untuk mengakhiri hidup sebenarnya sudah berproses dalam diri mendiang dalam waktu yang mungkin tidak sebentar.
Hal ini meliputi beberapa aspek. Antara lain adalah pemahaman tentang latar belakang, mengenali level risiko, hingga memberikan bantuan. Kesadaran ini akan membantu setiap kita untuk melindungi orang-orang terkasih.
Artikel ini berupaya untuk memberikan pemahaman secara ringkas dan jelas sehingga dapat menjadi rujukan edukatif bagi masyarakat. Sebagai pengingat, keterlibatan profesional seringkali sangat dibutuhkan oleh orang-orang dengan potensi atau risiko bunuh diri.
Latar Belakang Tindakan Bunuh Diri
Setiap masyarakat memiliki stigma tersendiri terkait latar belakang maupun tindakan bunuh diri itu sendiri. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh budaya dan agama yang telah ada turun temurun pada masyarakat tersebut (Flynn, et al, 2008).
Sedikit banyak, stigma ini berpengaruh pada perkembangan pemahaman masyarakat terkait tindakan bunuh diri. Sebagai contoh adalah bahwa tindakan memprihatinkan ini dipercaya terjadi karena seseorang hidup dengan kurang beriman kepada Tuhan. Sedangkan kepercayaan lain menyebutkan bahwa upaya untuk melukai hingga mengakhiri hidup dipengaruhi oleh gangguan roh jahat.
Tanpa seutuhnya mengesampingkan berbagai kepercayaan yang telah mengakar tersebut, penting juga untuk mendalami tindakan ini dari sudut pandang akademik dan profesional. Dengan demikian dapat mengurangi stigma tentang bunuh diri.
Brådvik (2018) mengatakan bahwa sebagian besar kejadian memprihatinkan ini berkaitan dengan berbagai penyakit kejiwaan. Antara lain adalah depresi, psikosis, kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan makan, hingga trauma.
Menyadari Tanda-Tanda Dorongan Bunuh Diri
Seperti telah disinggung di awal, bahwa tindakan ini pada dasarnya telah berproses dalam diri korban maupun penyintas. Mengakhiri hidup menjadi keputusan ketika mendiang mungkin mulai mempertanyakan apakah bunuh diri adalah solusi.
Sebagian lagi mungkin mengambil keputusan dalam keadaan tidak benar-benar sadar. Misalnya, bagi mendiang dengan gangguan kejiwaan halusinasi.
Sebab itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran akan faktor pemicu dan tanda-tanda ingin bunuh diri. Sehingga, tindakan pencegahan dan pendampingan yang tepat bagi orang terkasih dapat segera dilakukan.
Beberapa tanda yang muncul dalam perilaku secara umum antara lain adalah perilaku putus asa dan menarik diri dari lingkungan sosial. Selain itu, individu juga mungkin menunjukkan ekspresi sedih lebih dari yang biasanya serta ada upaya untuk menyakiti diri sendiri.
Mengenali Level Risiko Bunuh Diri
Apa yang harus dilakukan untuk mencegah bunuh diri? Salah satu langkah awal adalah mengenali level risiko. Ini akan menjadi rujukan penanganan potensi bunuh diri yang tepat sesuai dengan kondisi individu.
Minnesota Department of Mental Health (MDH) merilis sebuah daftar level risiko bunuh diri, sebagai berikut:
1. Risiko Rendah
Individu dengan potensi namun risiko yang rendah memiliki beberapa karakteristik. Pertama adalah bahwa orang tersebut memiliki ide tentang kematian, namun belum memiliki rencana.
Individu dengan level risiko yang demikian biasanya hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda yang mengarah pada tindakan mengakhiri hidup. Selain itu, ia juga masih memiliki faktor pelindung yang kuat. Misalnya, masih memikirkan keluarganya.
Pada individu dengan kondisi seperti ini, tindakan penanganannya adalah dengan menyediakan kontak darurat. Dengan demikian, individu tersebut dapat langsung meminta pertolongan apabila merasakan kondisinya semakin memburuk.
Walau demikian, orang terdekat sebaiknya tetap terus mendampinginya. Sehingga, perkembangan ide-ide dan pemikiran tentang bunuh diri dapat dicegah.
2. Risiko Sedang
Level risiko yang kedua adalah sedang. Ini adalah kondisi ketika seseorang tidak hanya memiliki ide tentang kematian, tetapi juga sudah memiliki rencana. Misalnya, sudah mulai memikirkan cara untuk mengakhiri hidup.
Selain itu, ia juga menunjukkan tanda-tanda pada perilaku walaupun tidak terlalu intens. Pada level ini, pemikiran tentang faktor pelindung juga sudah mulai melemah. Contohnya adalah merasa lingkungan sosial tidak membutuhkannya.
Tindakan untuk kondisi ini adalah dengan segera mendapatkan layanan kesehatan mental dari profesional. Yaitu, psikolog, psikiater, atau profesional lainnya. Pendampingan dan dukungan dari orang terdekat seperti keluarga juga perlu lebih intens.
3. Risiko Tinggi
Terakhir adalah individu dengan risiko tinggi untuk melakukan percobaan tindakan bunuh diri. Orang dengan kondisi ini memiliki ide dan niat yang kuat untuk mengakhiri hidupnya. Ia menunjukkan banyak tanda-tanda secara intens dengan rencana yang lebih detail.
Di sisi lain, ada ketidakhadiran faktor pelindung yang membuatnya semakin berisiko. Penanganan intensif dibutuhkan untuk menolong individu dengan kondisi ini. Antara lain adalah perawatan dengan observasi berkelanjutan dari profesional untuk menurunkan intensitas pemikiran tentang tindakan tersebut.
Mendampingi Orang yang Memiliki Pemikiran Bunuh Diri
Dengan bantuan pendampingan dari orang terdekat, bisakah pemikiran bunuh diri di cegah? Jawabannya adalah bisa. Jacobs, et al (2010) mengatakan bahwa dukungan psikososial orang dekat dapat sangat membantu dalam mengurangi simptom dan meningkatkan fungsi diri orang dengan risiko ini.
Namun sayangnya, kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hal ini belum optimal. Berikut ini beberapa tips untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman bagi yang sedang mendampingi orang dengan pemikiran mengakhiri hidup:
1. Informasi Tentang Pelayanan Kesehatan
Tips pertama adalah mencari informasi tentang pelayanan kesehatan yang dapat membantu. Ini penting agar sebagai orang dekat, masyarakat tahu ke mana harus mencari bantuan dalam kondisi darurat.

Sebagai contoh adalah mulai mengumpulkan informasi tentang rumah sakit terdekat yang menyediakan layanan konsultasi psikologi dengan psikolog atau psikiater.
2. Mengenali Tanda atau Simptom
Tips kedua adalah berupaya untuk mengenali tanda-tanda yang muncul dari orang dengan risiko tindakan ini. Pengenalan diri dapat memberikan dampak signifikan pada pencegahan perburukan kondisi.
Sebagai contoh adalah simptom sudah dikenali sejak pada level risiko rendah. Dengan penanganan yang tepat, ide tentang kematian dapat diminimalkan sehingga tidak berkembang menjadi rencana.
3. Meminta Edukasi dari Profesional
Tips ketiga dan terpenting adalah meminta edukasi dari profesional. Jacobs, et al (2010) mengatakan bahwa keluarga atau lingkungan sosial terdekat yang teredukasi dengan baik akan sangat membantu penanganan pencegahan bunuh diri.
Hal ini mengingat bahwa setiap gangguan kejiwaan yang berpotensi pada ide bunuh diri mungkin membutuhkan dukungan yang berbeda dari keluarga. Dengan adanya edukasi dari profesional, keluarga dapat memperlakukan individu sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
4. Penanganan yang Komprehensif
Terakhir adalah dengan mendukung terwujudnya penanganan yang komprehensif. Selain melibatkan profesional dan keluarga, lingkungan sosial yang lebih luas mungkin dibutuhkan.
Antara lain adalah untuk mengenali munculnya tanda-tanda dan mendukung agar individu tetap menjalankan fungsi dirinya dengan baik.
Melindungi Orang Terkasih dari Bunuh Diri
Berhadapan atau mendampingi orang terkasih yang memiliki pemikiran tentang mengakhiri hidup memang cukup pelik. Walau demikian, memiliki kesadaran dan pemahaman adalah langkah awal terbaik untuk melindungi orang terkasih dari tindakan bunuh diri.
Memiliki kesadaran dan pemahaman adalah langkah awal terbaik untuk melindungi orang terkasih dari tindakan bunuh diri.
Referensi
Brådvik, Louise (2018) Suicide Risk and Mental Disorders. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(9): 2028. doi: 10.3390/ijerph15092028
Flynn, Louise, et al (2008) Family Issue in Suicide Postbention. ARFC Briefing, Australian Family Relationship Clearinghouse. ISSN 1834-2434.
Jacobs, Douglas G, et al (2010) Practice Guidelines for The Assessment and Treatment of Patient With Suicidal Behaviors. American Psychiatric Association APA).
Minnesota Department of Health (2019) Suicidal Ideation Risk Assessment. https://www.health.state.mn.us/people/syringe/suicide.pdf
(2020) Suicide First Aid Guidelines for Indonesia. Universitas Gadjah Mada Fakultas Psikologi, Center for Public Mental Health (CPMH) and Middlesex University London.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog