
Remaja dan Depresi

Kutipan di atas, tepat untuk menggambarkan satu video yang sempat viral 13 tahun silam. Video seorang selebriti Indonesia, yaitu Marshanda. “Lagu ini kayaknya paling cocok buat teman – teman SD gue, yang jahat-jahat…,” kata Marshanda.
Di dalam video itu, Marshanda berjoget dan bernyanyi. Ia juga beberapa kali mencela teman-teman SD-nya yang pernah merundungnya. Di depan kamera laptop, ia merekam beberapa video yang kemudian diunggah di kanal Youtubenya.
Baru-baru ini, artis dengan sapaan Caca tersebut mengemukakan fakta bahwa sekarang banyak orang melakukan hal serupa. Orang berjoget dan bernyanyi, rekaman videonya diunggah ke jagad maya via aplikasi Tiktok. “Kalau dulu gue dianggap gila, lalu sekarang apa?” sindir Marshanda ke pengguna Tiktok.
Tanda tanda Depresi Pada Remaja
Memang kemajuan teknologi membawa perubahan terhadap akses literasi kesehatan mental. Pandangan orang bergeser dari yang menghujat menjadi memaklumi. Ketika berjoget sambil bernyanyi menjadi salah satu cara untuk melepas stres. Bahkan sekarang, fenomena ini dianggap sebagai ekspresi diri selain juga bisa mendulang uang. Dulu topik kesehatan mental belum seluas sekarang, sehingga mereka tidak tahu apa itu depresi.
Saat itu Marshanda sedang berada di masa remaja akhir dan transisi menuju dewasa. Pada umur 17 tahun, Marshanda didiagnosis mengalami depresi. Kemudian di usia 20 tahun, ia didiagnosis mengalami gangguan bipolar. Ia mengalami gejala depresi meningkat mulai dari masa kanak-kanak sampai ke masa remaja. Tanda-tanda depresi pada remaja mulai muncul pada umur 13 – 15 tahun. Sedangkan gejalanya mencapai puncak pada usia 17 – 18 tahun.
Tanda-tanda depresi pada remaja mulai muncul pada umur 13 – 15 tahun
Masa remaja merupakan waktu yang penuh kekacauan emosi. Para remaja dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, penilaian orang lain tentang mereka, dan pencarian identitas diri. Dalam perjalanannya, sering ditemukan bahwa respon gangguan depresi hampir sama dengan kondisi emosi remaja.
Tidak semua remaja mengalami transisi yang baik. Sebagian banyak dari mereka justru menghadapi gangguan emosi seperti depresi dan bipolar. Menurut Kartono (2002), depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis. Menurut RISKESDA 2018, sebanyak 6,1 persen orang usia di atas 15 tahun di Indonesia mengalami depresi.
Jumlah penderita depresi pada wanita dua kali lebih banyak daripada laki-laki. Perbedaan keduanya terletak pada cara mengekspresikan gangguan psikologis itu sendiri. Laki-laki dituntut lebih rasional, kuat, dominan, mengendalikan emosi dan situasi. Berbeda dengan perempuan yang lebih emosional, butuh bantuan dan perlindungan laki-laki. Sehingga pengharapan ini membuat perempuan lebih bebas mengekspresikan emosi.
Ciri Ciri Depresi Berat Pada Remaja
Depresi bukan penyakit lebay atau dramatis, melainkan nyata rasa sakitnya. Dalam mencegahnya perlu kita mulai dengan peduli akan kondisi perasaan, pikiran atau emosi. Sebagai self-awareness, ciri-ciri depresi berat pada remaja berdasarkan DSM 5, yaitu:
- Mood depresi sepanjang hari. Orang tua dapat mengobservasi anak remaja dan melihat tanda-tanda seperti mudah menangis dan irritable mood (mudah tersinggung).
- Penurunan minat akan aktivitas harian dan sulit untuk merasakan kebahagiaan
- Sulit tidur atau bahkan tidur terlalu lama hampir setiap hari
- Retardasi motorik berupa penurunan aktivitas motorik, pembicaraan menjadi kalut, suara merendah ketika diajak bicara
- Penurunan berat badan tanpa ada usaha khusus atau hilangnya nafsu makan selama berhari-hari
- Kelelahan dan kehilangan energi hampir setiap hari
- Perasaan tidak berguna, rasa bersalah (terkadang tidak sesuai realita) yang mencolok hampir setiap hari
- Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi dan penuh ragu-ragu hampir setiap hari
- Pikiran berulang akan kematian, disertai ide tentang bunuh diri
Untuk menegakkan diagnosis, setidaknya remaja harus mengalami setidaknya lima gejala di atas dalam kurun waktu 2 minggu. Kita dilarang untuk melakukan self-diagnose. Hal itu akan bersifat subjektif dan melabeli diri dengan pikiran negatif yang belum tentu benar. Karena itu, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi ke psikolog atau psikiater.
Dampak Trauma Masa Kecil Pada Remaja
Dalam video viral lainnya tahun 2009, Marshanda menangis sambil menyanyikan lagu Christina Aguilera berjudul Hurt. Seperti judulnya, Marshanda terlihat sedih dan kesakitan karena menanggung beban di pikirannya. Bintang sinetron “Bidadari” ini menceritakan dalam video di akun Youtubenya bahwa ia menyanyikan lagu tersebut untuk ayahnya. Ia juga menceritakan tentang trauma masa kecil dari orang tua dan teman-temannya.
Farina, dkk (2018) menyatakan, trauma masa kecil secara signifikan memengaruhi psikologis pada masa remaja. Trauma masa kanak-kanak tersebut seperti: kekerasan fisik, seksual, emosional, penolakan fisik, penolakan emosional, dan menyaksikan tindak kekerasan. Menurut Kitamura dan Nagata (2014), trauma anak dapat menjadi penyebab utama perilaku bunuh diri dan depresi.
Remaja butuh validasi dan penghargaan dari lingkungan sekolah. Jika mereka tidak bisa menjadi apa yang diinginkan sosial, keinginan atau harapan tersebut berubah menjadi tekanan. Contoh tekanan antara lain: standar akademik tinggi, standar kecantikan yang sempurna, dan tuntutan pergaulan.
Remaja butuh validasi dan penghargaan
Self-harm merupakan salah satu tanda-tanda depresi pada remaja. Hal ini disebabkan oleh perasaan putus asa, tidak berdaya, harga diri rendah, dan sedih berkepanjangan. Bisa jadi self-harm dialami remaja karena dihantui oleh pengalaman masa lalu. Dalam berbagai kasus, seorang public figure yang mengalami hal tersebut kemudian memberi pesan implisit bunuh diri melalui media sosial.
Peran Orang Tua Dalam Membantu Remaja Yang Depresi
Depresi bukan penyakit ringan yang mudah disembuhkan. Peran orang tua sangat dibutuhkan kehadirannya sebagai rumah psikis yang nyaman bagi remaja. Tidak hanya memperhatikan secara fisik, tetapi juga mental. Salah satunya adalah dengan pola asuh yang tepat ketika di rumah.
Orang tua jangan terlalu memaksakan ego dengan memperlakukan anak secara keras dan penuh batasan. Terkadang mereka juga perlu fleksibilitas, misalnya melalui komunikasi dua arah dan memberi kebebasan anak dalam memilih. Contoh kebebasan memilih antara lain adalah kebebasan untuk memilih sekolah, minat, bakat, dan bahkan pasangan. Orang tua bisa berperan mengarahkan atau mengatur secukupnya saja.
Kenali remaja kita, pedulilah pada mereka.

Cara Menghilangkan Depresi Pada Remaja
Jangan Menyembunyikan Perasaan
Banyak remaja yang menyembunyikan perasaannya karena takut dianggap dramatis atau lemah. Mereka berusaha untuk tidak mengungkapkannya kepada siapa pun. Dengan kepekaan dan rasa peduli, kita dapat melihat tanda-tanda depresi pada remaja di sekitar kita, terutama di lingkungan rumah dan di sekolah. Kepekaan itu yang harus selalu kita nyalakan.
Berkonsultasi ke Tenaga Profesional
Banyak dari remaja kita mungkin tidak tahu bahwa ada berbagai cara menyembuhkan depresi. Salah satunya, dengan berkonsultasi ke tenaga profesional. Tetapi tidak semua daerah di Indonesia memiliki akses layanan psikologi. Untuk mengatasi persoalan ini, setiap orang dapat memulai pencegahan dari dirinya sendiri. Contohnya dengan menjaga pola makan, berolahraga, menjauhkan diri dari pergaulan yang toxic, dan mengikuti komunitas yang positif. Jika diperlukan, kita juga dapat melakukan meditasi sederhana untuk menjaga kestabilan pikiran dan emosi.
Bercerita Kepada Orang Lain
Selain itu kita perlu belajar mengesampingkan ego atau idealisme yang tidak sehat. Misalnya, dengan mengakui bahwa kita sedang bersedih, sakit hati, marah, atau merasakan perasaan negatif lainnya. Waspadalah saat perasaan tersebut berlangsung lama tanpa tahu penyebabnya, mengapa bisa terjadi. Pertolongan pertama yang bisa kamu lakukan adalah dengan bercerita kepada orang lain. Berceritalah kepada orang terdekat yang kamu percayai, orang yang berwawasan luas serta berpikiran terbuka.
Jika perasaan dan pikiran terganggu sampai tak terkendali, segeralah hubungi tenaga profesional. Hanya dengan bantuan tenaga profesional, kita dapat mengetahui permasalahan secara objektif. Datang ke psikolog atau psikiater bukan berarti gila, melainkan itu bentuk kecintaan diri.
Sadari Kamu Punya Hak untuk Bahagia
Perlu diingat, ada banyak hal yang berada di luar kendali kita. Orang tua, keluarga, teman, dan lingkungan tempat kita lahir, semua itu bukan pilihan kita. Menganggap diri sebagai korban hanya akan membawa kemarahan sehingga sulit untuk melepaskan diri dari trauma. Jadilah berani dan sadari bahwa kita semua punya hak yang sama untuk merasa bahagia.
Bersikap Realistis
Bersikap realistis tentang apa yang kita harapkan sambil tetap melakukan apa yang kita bisa adalah salah satu cara mencegah depresi. Dunia semakin canggih, persaingan hidup juga kian menggila. Bersaing boleh saja, tapi tetap mengenal apa yang sebenarnya kita butuhkan, adalah kunci ketenangan hidup. Berlatihlah untuk membangun harga diri. Jangan membandingkan diri dengan orang lain bahkan menyalahkan mereka.
Andalkan Dukungan Dari Orang Tua dan Teman
Yang tidak kalah penting, dukungan sosial dari orang tua dan teman sebaya. Dua dukungan itu seperti suntikan spirit yang akan menambah imunitas mental remaja dalam menghadapi masalahnya.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog