Sub Topik

Kasus bunuh diri merupakan ranah dunia kesehatan mental. Bukan saja karena berbagai gangguan mental merupakan faktor risiko bunuh diri, tetapi karena tingkah laku bunuh diri bertentangan dengan naluri untuk bertahan hidup pada manusia.
Insiden Bunuh Diri di Indonesia
Di Indonesia, sulit untuk mendapatkan angka bunuh diri yang akurat. Ini karena bunuh diri masih dipandang sangat tabu. Akibatnya keluarga cenderung menutupi kasus bunuh diri dari masyarakat umum. Walau demikian, para peneliti tetap berusaha untuk mendapatkan suatu gambaran angka setiap tahunnya.
Berapa Banyak Orang yang Meninggal karena Bunuh Diri?
Menurut data Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia, jumlah kasus bunuh diri resmi di tahun 2020 adalah sebanyak 670 kasus. Berdasarkan data-data sebelumnya, mereka menganggap angka ini hanya menggambarkan sekitar seperempat dari situasi yang sebenarnya. Dengan rumus dan penyesuaian, mereka memperkirakan angka bunuh diri sebenarnya di tahun 2020 adalah 2700 kasus.
Apakah Angka Bunuh Diri di Indonesia Meningkat?
Berdasarkan data dari The World Bank, angka bunuh diri di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun. Dari tahun 2014 sampai dengan 2019, kematian akibat bunuh diri berada di angka 2.4 untuk setiap 100,000 orang. Populasi Indonesia di tahun 2019 adalah sekitar 260 juta jiwa. Ini berarti terdapat sekitar 6,240 kasus bunuh diri di tahun 2019.
Apakah Angka Bunuh Diri di Indonesia Tinggi?
Dengan populasi Indonesia yang besar, persentase kecil sekalipun akan menghasilkan jumlah yang besar. Seperti diuraikan di atas, angka perkiraan bunuh diri di tahun 2019 adalah 6,240 kasus. Sementara itu, data di tahun 2020 diperkirakan adalah 2700 kasus. Harus diingat bahwa angka-angka ini masih di bawah angka sebenarnya karena banyak kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan.
Kasus Bunuh Diri Terbanyak karena Apa?
Sebagian besar kematian akibat bunuh diri memiliki latar belakang gangguan mental. Keputusan untuk bunuh diri sangat berlawanan dengan dorongan alami manusia untuk bertahan hidup sehingga kecil kemungkinan orang normal akan melakukannya. Menurut para ahli, tingkah laku bunuh diri sangat bertentangan dengan tingkah laku yang wajar sehingga mereka menggolongkannya sebagai gangguan mental.
Kesehatan Mental dan Tragedi Bunuh Diri
Seperti disebutkan sebelumnya, masalah terkait kesehatan mental dan pikiran untuk bunuh diri memang saling terkait. Orang-orang dengan gangguan mental memiliki risiko tinggi untuk melakukan bunuh diri.
Persentase Gangguan Mental pada Kasus Bunuh Diri
Para peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar orang-orang yang meninggal di pertengahan abad lalu sebenarnya mengalami gangguan jiwa atau gangguan mental. Mereka bahkan memperkirakan persentasenya mencapai 90%.
Gangguan Mental dengan Risiko Bunuh Diri
Berbagai gangguan mental, seperti gangguan depresi, gangguan kecemasan, bipolar disorder, penyalahgunaan zat, dan borderline personality disorder, memang memiliki risiko bunuh diri.
Berbagai gangguan mental, seperti gangguan depresi, gangguan kecemasan, bipolar disorder, penyalahgunaan zat, dan borderline personality disorder, memang memiliki risiko bunuh diri.
Di antara gangguan-gangguan tersebut, gangguan depresi merupakan salah satu yang paling berhubungan dengan risiko bunuh diri. Selain itu, gangguan kecemasan, gangguan makan, dan gangguan yang berhubungan dengan trauma juga bisa meningkatkan risiko bunuh diri pada individu.
Depresi dan Bunuh Diri
Gangguan depresi merupakan gangguan mood atau suasana hati yang ditandai dengan berbagai emosi negatif. Di antaranya adalah kesedihan yang ekstrem, pesimisme, dan tanpa harapan. Depresi berdampak pada relasi sosial, cara pandang dan berpikir, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkah laku. Termasuk di dalamnya adalah tingkah laku bunuh diri.
Gangguan Bipolar dan Bunuh Diri
Gangguan bipolar memiliki periode depresi sebagai salah satu gejalanya. Akibat periode depresi tersebut, orang dengan gangguan bipolar juga memiliki risiko bunuh diri yang tinggi.
Penyalahgunaan Zat dan Bunuh Diri
Ada berbagai gangguan mental yang bisa terjadi akibat penggunaan zat. Di antaranya adalah gangguan depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian. Berbagai gangguan tersebut bisa berujung pada bunuh diri. Penggunaan zat sendiri bisa mempengaruhi kemampuan untuk berpikir, emosi, dan tingkah laku. Lagi-lagi, menurunnya kemampuan untuk berpikir logis bisa membuat seseorang berpikir untuk bunuh diri.
Gangguan Kepribadian dan Gambaran Negatif tentang Diri
Ada berbagai aspek kepribadian yang juga rentan terhadap gangguan mental. Misalnya harga diri yang rendah, konsep diri negatif, daya tahan rendah terhadap tekanan, dan lain sebagainya. Jika ada faktor lain yang berkontribusi, berbagai aspek tersebut bisa berkembang menjadi gangguan kepribadian. Pada akhirnya, gangguan kepribadian bisa mengarahkan seseorang pada pikiran untuk bunuh diri.
Kaitan Gangguan Jiwa dengan Keinginan Bunuh Diri
Mengapa orang dengan gangguan mental memiliki risiko tinggi untuk melakukan bunuh diri? Apa yang menyebabkan hal tersebut?
Gangguan Mental: Abnormalitas Berpikir dan Bertingkah Laku
Gangguan jiwa atau gangguan mental adalah adanya kondisi yang menimbulkan gangguan kognitif, emosional, tingkah laku, fungsi-fungsi, atau kombinasi dari berbagai aspek tersebut. Artinya, orang dengan gangguan mental atau gangguan jiwa mengalami kesulitan untuk berpikir normal atau rasional. Mereka juga mungkin merasakan suatu emosi yang terlalu kuat. Atau mereka bertingkah laku aneh akibat penghayatan mereka akan dunia dan diri sendiri.
Berbagai gangguan tersebut membuat mereka mengambil keputusan yang biasanya tidak akan diambil orang yang normal atau sehat secara mental. Orang dengan kesehatan mental tinggi, atau sejahtera secara mental memiliki kemampuan untuk melihat jalan keluar, harapan, dan kemungkinan solusi di masa depan.

Absennya Harapan dan Dukungan Sosial
Orang-orang dengan gangguan mental bisa memutuskan untuk bunuh diri karena merasa tidak ada harapan terkait gangguan mental yang mereka miliki. Ini terutama jika mereka tidak mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Atau bahkan harus berhadapan dengan stigma dan siksaan. Bayangkan situasi orang yang dipasung karena mengalami skizofrenia. Pada akhirnya mereka akan memilih untuk mengakhiri hidup daripada terus mendapatkan siksaan gangguan mental dan tekanan sosial.
Tidak Sejahtera secara Mental
Seperti disebutkan sebelumnya, cara pandang terhadap diri sendiri bisa membuat seseorang rentan terhadap gangguan mental dan kecenderungan bunuh diri. Selain itu, orang yang tanpa tujuan juga merasa tidak ada gunanya untuk melanjutkan hidup. Tentunya perasaan ini harus bersifat ekstrem dan bukan sekedar kebingungan sesaat terkait cita-cita atau karier.
Kedua aspek ini sangat berkaitan erat dengan kesejahteraan mental. Ini adalah kondisi berlawanan dari gangguan mental. Ini menunjukkan bagaimana orang dengan kesejahteraan mental tinggi memiliki risiko yang sangat rendah untuk melakukan bunuh diri.
Bunuh Diri dan Kesehatan Mental: Hubungan yang Berbanding Terbalik
Tingkat kecenderungan bunuh diri dan kesehatan mental memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Semakin tinggi tingkat kesehatan mental seseorang, semakin rendah risiko ia melakukan bunuh diri.
Semakin tinggi tingkat kesehatan mental seseorang, semakin rendah risiko ia melakukan bunuh diri.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesehatan mentalnya, semakin besar risiko ia memiliki keinginan untuk bunuh diri. Itu sebabnya, menjaga kesehatan mental merupakan salah satu faktor penting untuk mengurangi risiko peningkatan kasus bunuh diri.
Referensi
APA. (n.d.). Depressive disorder.. Retrieved June 20, 2023, from https://dictionary.apa.org/depressive-disorder
Bilsen, J. (2018). Suicide and youth: Risk factors. Frontiers in Psychiatry, 9(540): 1-5.
Brådvik, L. (2018). Suicide risk and mental disorder. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(9):1-4.
INASP. (n.d.). Statistik bunuh diri. Retrieved June, 18, 2023, from https://www.inasp.id/suicide-statistics
Lim, M., Lee, S., & Park, J. I. (2016). Differences between impulsive and non-impulsive suicide attempts among individuals treated in emergency rooms of South Korea. Psychiatry Investig., 13(4): 389-396.
Menon, V. (2013). Suicide risk assessment and formulation: An update. Asian Journal of Psychiatry, 6(5): 430-435.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog