Sub Topik

Kisah seorang teman mengingatkanku akan hubungan antara grief (duka) dan depresi. Ia bercerita tentang apa yang ia rasakan dan alami saat kehilangan ibunya.
“Setelah ibuku meninggal, aku sering tiba-tiba sedih dan ingin menangis saat teringat hal-hal tentangnya. Aku tahu kalau sedih berkepanjangan tidak baik. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara menghilangkan rasa sedih ini,” ucap temanku saat kami bertemu.
Terkadang orang berusaha untuk secepatnya menyingkirkan duka akibat kehilangan. Padahal sedih akibat kehilangan (grief) merupakan perasaan yang alamiah. Bagaimana cara mengatasi sedih berkepanjangan akibat kehilangan? Lalu apa hubungan antara grief dan depresi?
Perbedaan Sedih dan Depresi
Untuk mengetahui apa beda depresi dan sedih, maka harus memahami definisi masing-masing. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), sedih didefinisikan sebagai perasaan sangat pilu dalam hati. Sedih juga dianggap sebagai perasaan tidak bahagia dan suasana hati yang rendah. Sedih merupakan respons normal manusia saat menghadapi situasi yang menyebalkan, menyakitkan, atau mengecewakan.
Jika sedih hanya bersifat sementara, maka depresi cenderung muncul dalam situasi apapun dan sulit menikmati apapun. Perbedaan lainnya antara sedih dan depresi dapat dilihat di bawah ini:
Sedih | Depresi |
Emosi manusia yang normal | Gangguan jiwa |
Terjadi setelah mengalami pengalaman yang mengecewakan dan menyakitkan | Disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetika, pengalaman, faktor sosial, dan kimia otak (brain chemistry) |
Bersifat sementara | Bersifat jangka panjang jika tidak mendapatkan perawatan langsung |
Biasanya masih bisa melakukan berbagai hal termasuk hal-hal yang disukai | Merasa lelah, tidak termotivasi, dan tidak tertarik dengan berbagai hal termasuk hal-hal yang disukai |
Hubungan antara Grief dan Depresi
Sedih akibat kehilangan seringkali disalahpahami sebagai gejala gangguan depresi. Hal ini dikarenakan jangka waktunya yang cenderung panjang. Meskipun demikian, sedih akibat kehilangan merupakan respons yang normal dan wajar. Seringkali butuh waktu yang lama untuk dapat berdamai dengan keadaan. Lalu apa hubungan antara grief dan depresi? Kapan sedih akibat kehilangan dapat dianggap gangguan depresi?
Perubahan Sedih Menjadi Gangguan Depresi
Sedih akibat kehilangan ditemukan memiliki gejala yang mirip dengan depresi. DSM-5 (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder) telah mengecualikan berkabung dari gejala gangguan depresi mayor saat melakukan diagnosis. Seseorang yang berduka di beberapa bulan pertama setelah kematian orang yang dicintai tidak boleh didiagnosis mengalami gangguan depresi. Meskipun duka dan gangguan depresi berbeda, namun keduanya dapat terjadi secara bersamaan. Terlebih, kesedihan (grief) terkadang memicu munculnya gangguan depresi.
Hubungan antara grief dan depresi dapat berkembang menjadi gangguan ketika seseorang mengalami rasa bersalah yang tidak berkaitan dengan kematian orang yang dicintai, adanya perasaan tidak berharga yang berlebihan, munculnya ide bunuh diri yang berkelanjutan, atau terjadi gangguan fungsional yang berkepanjangan dan nyata.
Hubungan antara grief dan depresi dapat berkembang menjadi gangguan ketika seseorang mengalami rasa bersalah yang tidak berkaitan dengan kematian orang yang dicintai, adanya perasaan tidak berharga yang berlebihan, munculnya ide bunuh diri yang berkelanjutan, atau terjadi gangguan fungsional yang berkepanjangan dan nyata.
Lebih lanjut, orang yang berduka berisiko tinggi mengalami depresi berat. Hasil riset menunjukkan bahwa riwayat depresi berat di masa lalu juga memprediksi depresi berat dalam satu tahun. Waktu yang diperlukan untuk menentukan orang mengalami depresi setelah berduka adalah 1 tahun.
Depresi Sebagai Tahapan Duka
Sedih akibat duka (grief) merupakan respons yang alami saat seseorang mengalami kehilangan orang yang dicintai. Terdapat lima tahapan duka yang diperkenalkan oleh Kübler-Ross & Kessler (2009). Lima tahapan ini terdiri dari penyangkalan (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance). Tahapan ini dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi apa yang dirasakan saat kehilangan. Pada bagian ini, depresi merupakan salah satu tahapan seseorang saat berduka.
Setelah tahapan tawar-menawar (bargaining), seseorang mengalami perasaan depresi. Muncul perasaan kosong dan sedih yang mendalam tanpa bisa dicegah. Tahap ini terasa seolah-olah berlangsung selamanya. Pada tahapan ini, depresi bukan merupakan gangguan mental melainkan respons yang tepat saat menghadapi kehilangan. Mereka yang ditinggalkan akan menarik diri dan merasa sedih yang mendalam.
Pada tahap ini, depresi setelah kehilangan sering dianggap tidak wajar. Depresi dianggap sebagai keadaan yang harus diperbaiki dan disingkirkan. Padahal depresi merupakan respons yang normal dan tepat karena kehilangan orang yang dicintai merupakan situasi yang sangat menyedihkan. Tidak mengalami depresi setelah kehilangan justru merupakan hal yang tidak biasa.
Jika sedih akibat duka merupakan proses penyembuhan, maka depresi merupakan salah satu dari banyak langkah yang diperlukan untuk mencapai tahap penerimaan.
Apa yang Terjadi Jika Sedih Berkepanjangan?
Kesedihan memengaruhi seseorang secara emosional, mental, perilaku, spiritual, dan fisik. Perasaan sedih akibat kehilangan orang yang dicintai berbeda dengan perasaan sedih pada umumnya. Perasaan sedih akibat kehilangan bersifat kompleks. Mereka yang mengalami kehilangan umumnya merasa sedih yang mendalam, marah, cemas, mati rasa secara emosional, sulit berkonsentrasi, bahkan sulit tidur dan nafsu makan hilang.
Selama masa berkabung, seseorang biasanya terombang-ambing antara perasaan sakit karena orang yang dicintai sudah tidak ada dan perasaan harus tetap melanjutkan hidup tanpa orang yang dicintai. Intensitas dan durasi yang dialami pun berbeda-beda pada tiap orang. Intensitas dan durasi ditentukan oleh berbagai faktor seperti kepribadian, gaya keterikatan, usia, spiritualitas, jenis kehilangan yang dialami, dan sebagainya.

Banyak hasil riset menunjukkan bahwa sebagian besar individu yang berduka dapat menerima kenyataan kehilangan selama 6-12 bulan. Setelah satu tahun berlalu, kebanyakan orang dapat membicarakan orang yang meninggal dengan tenang. Lalu, apa yang terjadi jika seseorang tidak dapat menerima kenyataan dan mengalami sedih yang berkepanjangan?
Dampak Sedih Berkepanjangan
Salah satu tanda sedih yang berkepanjangan adalah kerinduan yang mendalam dengan orang yang telah meninggal. Selain itu, orang yang sedih berkepanjangan sering terlarut dalam kenangan akan orang yang ditinggalkan.
Sedih yang berkepanjangan dapat berkembang menjadi gangguan kesedihan berkepanjangan (prolonged grief disorder). Gangguan kesedihan berkepanjangan (prolonged grief disorder) ditandai dengan mengalami rasa sakit emosional yang intens (seperti sedih, rasa bersalah, atau marah), sulit menerima kematian, mati rasa emosional, perasaan bahwa sebagian dari mereka telah hilang, ketidakmampuan untuk mengalami suasana hati yang positif, dan sulit berinteraksi dengan orang lain.
Lebih lanjut, hasil riset menunjukkan bahwa terdapat perbedaan di otak pada orang yang sedih berkepanjangan. Mereka yang mengalami sedih berkepanjangan ditemukan menunjukkan peningkatan aktivitas di nucleus accumbens (NAc), wilayah otak yang berhubungan dengan penghargaan. Peningkatan aktivitas ini mirip dengan kecanduan di mana keinginan untuk terus mempertahankan hubungan dengan seseorang yang mereka cintai membuat mereka merasa aman dan terlindungi. Peningkatan aktivitas ini dapat mengganggu seseorang beradaptasi terhadap rasa kehilangan di masa sekarang.
Tanpa adanya perawatan yang tepat, kondisi ini dapat bertahan sepanjang waktu dan menyebabkan berbagai masalah seperti penyalahgunaan zat, adanya pikiran untuk bunuh diri, gangguan tidur, dan gangguan fungsi kekebalan tubuh.
Cara Menghilangkan Rasa Sedih
Cara mengatasi sedih seseorang berbeda-beda dan bervariasi, tergantung pada kepribadian orang tersebut. Di bawah ini terdapat beberapa cara untuk mengatasi rasa sedih:
- Membicarakan kehilangan dengan orang terdekat
- Mencari dukungan dari teman, keluarga, dan orang lain
- Merawat diri sendiri dengan istirahat yang cukup, makan makanan yang sehat dan teratur, serta berolahraga
Ada sejumlah perbedaan faktor yang dapat memengaruhi cara orang mengatasi sedih akibat kehilangan. Tingkat kedewasaan, akses mendapatkan dukungan, pengalaman kehilangan di masa lalu, dan sifat hubungan dapat memengaruhi cara mengatasi sedih akibat kehilangan.
Mencari bantuan profesional juga bisa menjadi cara hilangkan depresi dan memperoleh dukungan ekstra yang diperlukan untuk menghadapi kehilangan dan emosi yang dialami.
Sedih Akibat Kehilangan Merupakan Hal yang Wajar
Merasa sedih merupakan hal yang wajar saat menghadapi kehilangan dan setiap orang memiliki waktu dan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Namun, penting untuk diingat bahwa sedih yang berkepanjangan dapat menjadi faktor risiko munculnya gangguan mental. Cara mengatasi sedih akibat kehilangan memang tidak bisa instan tetapi selama individu mau mencari pertolongan, maka akan ada jalan keluar yang bisa ditempuh.
Merasa sedih merupakan hal yang wajar saat menghadapi kehilangan dan setiap orang memiliki waktu dan cara yang berbeda untuk mengatasinya.
Referensi
APA. (2018, November). New paths for people with prolonged grief disorder. https://www.apa.org/monitor/2018/11/ce-corner
Bryant, R. A. (2013). Is pathological grief lasting more than 12 months grief or depression? Current Opinion in Psychiatry, 26(1), 41–46. https://doi.org/10.1097/YCO.0B013E32835B2CA2
Kübler-Ross, E., & Kessler, D. (2009). 5 Stages of Grief. On Grief and Grieving.
O’Connor, M. F. (2019). Grief: A Brief History of Research on How Body, Mind, and Brain Adapt. Psychosomatic Medicine, 81(8), 731. https://doi.org/10.1097/PSY.0000000000000717
Zisook, S., & Shear, K. (2009). Grief and bereavement: what psychiatrists need to know. World Psychiatry, 8(2), 67. https://doi.org/10.1002/J.2051-5545.2009.TB00217.X
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog