Sub Topik
Apakah Depresi Bisa Sembuh?
Pertanyaan ini menggelitik untuk dijawab. Penulis kondang Haruki Murakami adalah satu dari banyak orang yang mencoba untuk memberikan jawaban. Dalam bukunya “What I Talk About When I Talk About Running,” ia menulis: jiwa yang sakit membutuhkan tubuh yang sehat (an unhealthy soul requires a healthy body) (Murakami, 2009).
Jiwa yang sakit membutuhkan tubuh yang sehat
(An unhealthy soul requires a healthy body)
Ciri Ciri Orang Stress
Sebelum dibahas lebih lanjut, ada pertanyaan lain yang perlu dijawab, yaitu apakah depresi boleh kita maknai untuk masuk dalam kategori sebagai ‘jiwa yang sakit’? Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima, atau lebih dikenal dengan DSM-5, memasukkan depresi sebagai salah satu gangguan suasana hati yang umum sekaligus serius (American Psychiatric Association, 2015). Menggunakan pemahaman ini, apakah mereka yang depresi memang perlu mengalami penyembuhan pada jiwanya?

Sedih dan Tak Punya Harapan
Bagaimanakah ciri-ciri individu yang depresi? Untuk menjawab berbagai pertanyaan di atas, kita harus kenali dulu ciri-ciri depresi. Mereka yang mengalami depresi merasakan perasaan sedih dan tak punya harapan. Perasaan itu sendiri terus- menerus mereka rasakan, bisa jadi setiap hari atau setidaknya di sebagian besar hari, sedikitnya selama dua minggu.
Kehilangan Minat
Hal ini membuat mereka kehilangan minat pada aktivitas-aktivitas yang biasanya mereka nikmati. Jadi ketika seseorang baru saja putus cinta, lalu menangis semalaman, tetapi keesokan harinya sudah bisa bersenda gurau dengan teman-temannya bahkan sudah cari pacar baru – individu seperti ini tidak bisa kita sebut mengalami depresi.
Apabila seseorang bosan dengan pekerjaannya dan merasa hampa di kantor, tetapi ketika bersama teman-temannya ia tetap berminat menjalani aktivitas bersama, maka kehilangan makna tersebut masih belum bisa masuk dalam kategori depresi.
Merasa Tak Berharga
Sebagai tambahan, individu yang mengalami depresi mengalami juga hal-hal berikut. Pikiran mereka melemah, sehingga berkonsentrasi pun sulit, apalagi menalar. Gerak tubuh juga ikut berkurang kecepatannya, orang lain pun bisa menangkap perubahan ini. Mereka yang mengalami depresi merasa tak berharga. Pada beberapa orang, mereka merasakan rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat. Sebagian lagi berpikir soal kematian, membayang-bayangkan tentang bunuh diri, bahkan menyusun rencana sampai mencoba melakukannya. Jadi remaja yang bertutur, “Ah mampus, gue mati aja nih kalau begini,” ketika dapat tugas berat dari gurunya, tetapi toh masih berusaha ia kerjakan sebaik-baiknya, hal ini masih belum bisa termasuk dalam tanda-tanda depresi.
Cara Sederhana Menghilangkan Depresi
Melihat definisi dan gambaran perilaku depresi seperti di atas ini, maka menyitir Haruki Murakami, mereka yang depresi bisa dikatakan memiliki jiwa yang sakit. Ketika jiwanya butuh dipulihkan, ia menjadi tidak lagi berminat melakukan apapun karena diliputi rasa sedih dan kehampaan. Karena depresi yang dialaminya, individu menjadi lari dari kenyataan.
Ketika berlari, ia tidak lari dari kenyataan itu sendiri, melainkan berlari mendekati nuraninya
Haruki Murakami mengatasi hal seperti jiwa yang sakit dengan cara sederhana, yaitu berlari. Dalam memoar yang ia tulis di tahun 2009 tersebut, ia menguraikan bahwa sudah sekian dekade ia membangun kebiasaan olahraga rutin dengan berlari, bahkan menekuninya dengan mengikuti sejumlah kompetisi. Saat berefleksi tentang aktivitas tersebut, Murakami menyebut bahwa dengan aktif setiap setia hari, ia menjadi lebih mudah mendengarkan suara hatinya. Ketika berlari, ia tidak lari dari kenyataan itu sendiri, melainkan berlari mendekati nuraninya.
Semua pikiran yang muncul dalam diri seorang Haruki Murakami saat berlari, ia ibaratkan awan di langit, semua dengan berbagai bentuk dan ukuran, datang dan pergi, sementara langit akan tetapi menjadi langit. Gelombang mega tersebut ia lihat seperti tamu yang datang dan pergi, sementara yang kekal adalah langit itu sendiri. Dengan berlari, Haruki Murakami merasa bahwa ia sepenuhnya hidup, punya tujuan yang jelas, dan membantunya menjadi penulis dan individu yang lebih baik. Pikiran, apapun itu, akan datang dan pergi. Tetapi tujuan yang ia ingin capai adalah kekal. Dengan berlari, ia mendekati tujuan hidupnya.
Apakah Depresi Bisa Disembuhkan Dengan Gaya Hidup Aktif?
Melihat pengalaman Haruki Murakami, apakah berlari – ataupun memiliki gaya hidup aktif secara umum – dapat membantu individu yang mengalami depresi?
Olahraga Rutin Menurunkan Simtom Depresi
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut bisa terjadi. Olahraga rutin (exercise) mampu menurunkan simtom depresi, dengan fokus utama adalah pada frekuensi latihan itu sendiri, ketimbang pada durasi maupun intensitasnya (Craft & Perna, 2004). Selain menjalani terapi farmakologi maupun terapi kognitif behavioral, mereka yang depresi direkomendasikan untuk aktif secara rutin.
Aktivitas Fisik Untuk Anak, Dewasa dan Lansia
Aktivitas fisik dipandang mampu melindungi individu dari depresi, baik itu pada anak, orang dewasa maupun individu usia lanjut – motivasi pribadi maupun dukungan sosial serta bimbingan dari mereka yang berprofesi di bidang ini dipandang penting (Schuch & Stubbs, 2019). Olahraga jalan kaki efektif menurunkan depresi, demikian kesimpulan Hidayah (2015) yang meneliti lansia yang tinggal di Panti Werdha. Pada orang dewasa, olahraga seperti bulu tangkis berperan sebagai faktor pencegah depresi (Riyadi, Rihadini & Fuad, 2017).
Intensitas Olahraga
Olahraga seperti aerobik, bersepeda, lari dengan treadmill, membawa beban ringan, berjalan kaki, latihan kekuatan, peregangan, latihan keseimbangan, yoga, push-up dan squad empat kali seminggu selama 20 menit dengan intensitas sedang direkomendasikan dalam penelitian Nopela dan Imania (2021). Aktif menjalani olahraga rutin di waktu senggang sedikitnya selama sejam setiap minggu dipandang mampu mencegah depresi (Harvey, Øverland, Hatch, Wessely, Mykletun & Hotoft, 2017).
Lari Dari Kenyataan vs Lari Sebagai Olahraga
Jadi, kesimpulannya apakah depresi bisa sembuh? Penelitian-penelitian di atas menyimpulkan hal tersebut. Ketika seseorang depresi dan karenanya ia lari dari kenyataan, maka yang terbaik adalah mengikuti hasrat lari tersebut dengan benar-benar menjalaninya: yaitu berlari sebagai olahraga. Tak harus lari, bersepeda, berjalan kaki, yoga, dan sebagainya, hal ini bisa membantu seseorang bangkit dari keterpurukannya dalam kubangan depresi yang pekat dan menjerat.
Obat Depresi Tanpa Resep Dokter
Jadi apa yang dilakukan ketika awan-awan pikiran tentang kesedihan, ketidakberdayaan, bahkan godaan mengakhiri hidup mampir di benak? Cara apa yang perlu kita lakukan untuk menghilangkan pikiran yang mengganggu tersebut? Bagaimana caranya sembuh dari depresi?
Mari kita lihat ke lemari sepatu kita? Adakah sepasang sepatu lari yang masih nyaman untuk dikenakan? Jika ada, segera duduk, kenakan sepatu tersebut, ikat talinya erat-erat supaya aman, lalu berlarilah. Nikmati udara yang terasa dingin di permukaan kulit. Rasakan peluh menetes dari dahi turun lewat rambut dan menetes jatuh ke tanah.
Pada saat berlari, sadarilah setiap hembusan napas yang dihelakan oleh hidung. Hayatilah setiap kali kaki menapak tanah dan membawa tubuh selangkah demi selangkah. Seraya berlari, sesekali mendongaklah, lihat awan-awan bergerak di langit. Resapilah melihat itu sebagai pemikiran serba kelam berhembus ke angkasa dan yang ditiup oleh angin sehingga berlalu dari pikiran kita.

Saat jiwa meronta ingin lari dari kenyataan serta ingin menyerah kalah dalam depresi, bagaimana menolaknya? Justru mari kita ikuti kehendaknya dengan benar-benar mengambil sepatu dan kita pun berlari.
Kembali ke awal tulisan ini, apakah depresi bisa sembuh? Tulisan ini meyakini bahwa gaya hidup aktif secara rutin akan dapat membantu kita mencegah dan menyembuhkan depresi. Karena itu, mari kita berlari menuju kesembuhan.
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorder (5th ed.). Arlington, VA: Author.
Craft, L.L. & Perna, F.M. (2004). The benefits of exercise for the clinically depressed. The Primary Care Companion to the Journal of Clinical Psychiatry 6 (3), 104-111
Murakami, H. (2009). What I talk when I talk about running. Vintage.
Nopela, S. (2021). Pengaruh olahraga terhadap tingkat stress pada remaja di masa pandemi Covid-19: Narrative review. Skripsi Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Harvey, S.B.; Øverland, S., Hatch, S.L.; Wessely, S.; Mykletun, A. & Hotoft, F.R. (2017). Exercise and the prevention of depression: Results of the HUNT cohort study. The American Journal of Psychiatry 175 (1), 28-36.
Hidayah, N. (2015). Efektifitas olahraga jalan kaki terhadap penurunan depresi pada lansia di panti werdha. Seminar Psikologi dan Kemanusiaan. UMM.
Riyadi, R. B., Rihadini, Fuad, W. (2017). Hubungan antara kuantitas latihan olahraga bulutangis dan tingkat depresi pada usia dewasa. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog