Sub Topik

Bullying dalam berbagai bentuk dapat menyebabkan trauma fisik maupun psikis pada korbannya. Jika terjadi dalam rentang waktu yang panjang, trauma dapat menimbulkan efek yang lebih berat. Walaupun manifestasi trauma berbeda-beda pada setiap orang, trauma jelas mengganggu kondisi kesehatan mental seseorang.
Bullying
Bullying bukanlah fenomena baru. Istilah bullying diperkenalkan pertama kali pada tahun 1862 di The Times dan sebenarnya sudah ada jauh sebelum itu. Hanya saja, perkembangan teknologi dan komunikasi membuat peristiwa bullying terangkat ke permukaan. Itu sebabnya bullying seolah semakin marak terjadi.
Apa itu Bullying?
Bullying adalah penekanan atau penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan dari pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah. Bullying biasanya bersifat sistematis. Artinya ini dijalankan secara sengaja, terencana, dan dengan metode tertentu.
Apa yang Termasuk Bullying?
Bullying melibatkan tingkah laku agresif, baik fisik maupun verbal. Selain itu, bullying juga melibatkan pengasingan dan pencemaran nama baik. Berikut adalah tipe dan contoh bullying:
- Bullying fisik: seperti memukul, menendang, mencekik.
- Bullying verbal: seperti menghina, mengejek, membentak.
- Bullying relasional: seperti pengasingan dan pencemaran nama baik.
- Cyberbullying: yaitu bullying yang terjadi dalam berbagai platform di internet (facebook, instagram).
Trauma
Bagi kamu yang sering menonton film atau drama, mungkin pernah menemukan kondisi trauma digunakan dalam skenario. Misalnya, pemeran utama mengalami trauma dan kehilangan ingatan. Atau trauma masa kecil membuat salah satu tokoh bertingkah tidak wajar. Lalu, apa sebenarnya trauma itu?
Pengertian Trauma: Fisik dan Mental
Dalam dunia kesehatan atau kedokteran, trauma diartikan sebagai cedera fisik yang serius. Misalnya seperti cedera di kepala, luka bakar yang lebar dan parah, atau luka tusukan di bagian tubuh yang vital.
Dalam dunia kesehatan mental, trauma didefinisikan sebagai pengalaman yang mengakibatkan ketakutan yang signifikan, rasa tidak berdaya, disosiasi, kebingungan, atau perasaan terganggu yang cukup kuat. Pengalaman tersebut kemudian memberikan efek jangka panjang pada sikap, perilaku, dan aspek-aspek lainnya. Trauma psikis inilah yang mungkin dimaksudkan oleh orang secara umum saat berbicara tentang trauma.
Dalam dunia kesehatan mental, trauma didefinisikan sebagai pengalaman yang mengakibatkan ketakutan yang signifikan, rasa tidak berdaya, disosiasi, kebingungan, atau perasaan terganggu yang cukup kuat.
Peristiwa Traumatis: Ancaman Fisik dan Psikis
Definisi trauma dalam kesehatan mental tersebut melibatkan pengalaman yang menakutkan, atau disebut juga peristiwa traumatis. Lebih dalam, mereka mendefinisikan peristiwa traumatis sebagai suatu kejadian yang mengancam keselamatan, cedera serius, atau kekerasan seksual. Jika melihat dari definisi ini, trauma terjadi karena sesuatu yang mengancam keselamatan fisik seseorang.
Walau demikian, peristiwa traumatis juga bisa bersumber dari ancaman psikis. Beberapa contohnya seperti pelecehan verbal, kekerasan emosional, atau pengabaian. Selain itu, menyaksikan peristiwa yang mengancam atau membahayakan orang lain juga bisa bersifat traumatis. Misalnya melihat kecelakaan, peristiwa kematian di depan mata, orang yang terluka parah, dan lain sebagainya.
Trauma dan Gangguan Mental
Seseorang bisa mengalami trauma lalu pulih kembali. Dia mungkin sesekali akan teringat pada peristiwa traumatis dan merasakan emosi negatif atau efek somatis (peningkatan asam lambung) dari ingatan tersebut. Namun kejadian ini hanya muncul sesekali dan tidak mengganggu fungsi hidupnya. Sayangnya, bagi sebagian orang pengalaman traumatis bisa berkembang menjadi gangguan mental.
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)
Gangguan mental yang mungkin paling sering dikaitkan dengan trauma adalah PTSD (posttraumatic stress disorder). Ini adalah gangguan terkait perubahan tingkah laku dan kondisi emosi setelah mengalami peristiwa traumatis. Misalnya seseorang menolak naik mobil sejak mengalami kecelakaan, mimpi buruk tiap malam selama berbulan-bulan, berulang kali merasakan kembali peristiwa kecelakaan, dan kondisi lain yang mengganggu fungsi hidup sehari-hari.
Walau PTSD adalah yang paling sering dikaitkan dengan trauma, ini bukan satu-satunya gangguan akibat trauma. Penelitian menunjukkan bahwa trauma yang dialami individu, baik fisik maupun mental, bisa berujung pada berbagai gangguan lainnya. Misalnya seperti gangguan kecemasan, depresi, bahkan gangguan makan.

Trauma Karena Bullying
Tidak semua orang yang mengalami bullying akan mengalami trauma. Walau demikian, bullying memang bisa mengakibatkan trauma. Dan pada sebagian orang yang mengalami trauma, ini dapat termanifestasi menjadi berbagai gangguan mental.
Bullying adalah Pengalaman Traumatis
Bullying, terutama secara fisik, dapat mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, perasaan terganggu, dan berbagai emosi negatif lainnya, yang kemudian mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan berbagai aspek dalam jangka waktu tertentu. Pemahaman ini membuat bullying termasuk sebagai salah satu pengalaman atau peristiwa yang traumatis. Ini berlaku baik secara fisik maupun psikis.
Bullying, terutama secara fisik, dapat mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, perasaan terganggu, dan berbagai emosi negatif lainnya, yang kemudian mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan berbagai aspek dalam jangka waktu tertentu.
Bullying Fisik dan Trauma Fisik
Kebanyakan bullying fisik memang tidak melibatkan cedera fisik yang mengancam nyawa. Walau demikian, bukan berarti hal tersebut tidak terjadi. Ada berbagai kisah tentang bullying yang kemudian berkembang di luar kendali dan menimbulkan cedera serius pada korbannya.
Korban yang mengalami cedera serius tersebut otomatis mengalami trauma fisik. Selain itu, mereka mengalami berbagai unsur yang dapat menyebabkan efek dari peristiwa tersebut. Mereka merasakan ketakutan karena terancam keselamatannya, rasa tidak berdaya untuk menghadapi bully yang mungkin lebih kuat atau lebih banyak, dan berbagai emosi yang menyertai cedera yang mereka alami.
Bullying dan Trauma Psikis
Pada bullying yang tidak melibatkan kekerasan fisik, trauma tetap terjadi. Korban yang mengalami pelecehan verbal, kekerasan emosional, dipermalukan secara sosial, atau pengasingan juga bisa mengalami trauma. Rasa takut yang mereka rasakan mungkin bukan karena ancaman keselamatan fisik, tetapi kesejahteraan psikis dan sosial. Perasaan takut tersebut juga signifikan. Selain itu, korban bullying juga merasakan ketidakberdayaan untuk melepaskan diri dari pelaku dan merasa terganggu secara psikis dan sosial.
Bullying dan PTSD
Trauma yang dialami korban bullying sering kali memenuhi hampir semua kriteria diagnosis gangguan PTSD. Satu-satunya aspek yang masih menimbulkan keraguan adalah faktor penyebab trauma. PTSD secara spesifik menyebutkan ancaman fisik sebagai penyebab trauma, bukan ancaman psikis atau sosial. Walau demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa bullying yang berujung pada ancaman keselamatan bisa mengakibatkan PTSD.
Bullying dan Gangguan Lainnya
Seperti disebutkan sebelumnya, trauma dapat berkembang menjadi berbagai gangguan. Demikian juga dengan trauma yang diakibatkan oleh bullying. Trauma tersebut bisa terinternalisasi menjadi kecemasan, depresi, stres, dan lain sebagainya. Berbagai kondisi inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan depresi, dan gangguan stres lainnya.
Cara Mengatasi Trauma Akibat Bullying
Tidak ada satu cara tunggal untuk mengatasi trauma karena bullying. Penanganan trauma sangat bergantung kepada sejauh mana trauma tersebut telah berkembang atau termanifestasi dalam bentuk pikiran, emosi, dan tingkah laku.
Mulai dengan Mencari Pertolongan
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh korban bullying tentunya adalah mencari pertolongan untuk menghentikan bullying. Ini memang tidak mudah, apalagi jika bullying terjadi dalam lingkungan yang tertutup, seperti dalam keluarga. Walau demikian, ada organisasi dan pihak yang memiliki kuasa lebih besar daripada para bully, yang dapat membantu menghentikan bullying.
Tips Mengatasi Trauma akibat Bullying
Bagi orang-orang yang sudah mengalami trauma akibat bullying, jangan biarkan trauma tersebut berkembang lebih lanjut menjadi gangguan. Pelatihan manajemen stres, resiliensi, relaksasi, dan berbagai keterampilan psikologis lainnya bisa dijadikan pertimbangan. Selain itu, edukasi diri sendiri tentang bullying dan trauma. Pertimbangkan juga untuk mengikuti pelatihan Pertolongan Pertama pada Kesehatan Mental.
Terapi untuk Korban Bullying dengan Gangguan Mental
Terapi yang diberikan pada korban bullying yang mengalami gangguan mental biasanya disesuaikan dengan manifestasi trauma akibat bullying. Artinya, seseorang yang mengalami kecemasan akibat bullying akan diberikan terapi yang sesuai untuk kecemasan. Sedangkan orang yang mengalami PTSD, bisa ditangani dengan terapi untuk PTSD. Ini tentunya harus melibatkan proses diagnosis terlebih dahulu.
Trauma akibat Bullying Termanifestasi menjadi Gangguan Mental
Bullying merupakan tingkah laku menekan yang dilakukan dengan agresi fisik maupun mental. Bullying dapat menimbulkan trauma pada korbannya, yang kemudian berkembang menjadi berbagai gangguan mental seperti PTSD, depresi, dan gangguan kecemasan. Penanganan berbagai efek trauma akibat bullying tersebut berbeda-beda, tergantung tingkat keparahan dan diagnosisnya.
Bullying dapat menimbulkan trauma pada korbannya, yang kemudian berkembang menjadi berbagai gangguan mental seperti PTSD, depresi, dan gangguan kecemasan.
Referensi
Allanson, P. B., Lester, R. R., & Notar, C. E. (2015). A history of bullying. International journal of education and social science, 2(12): 31-36.
American Psychiatric Association. (2022). Diagnostic and statistical manual of mental disorder, fifth edition, text revision. APA: Washington, DC.
Idsoe, T., Vaillancourt, T., Dyregrov, A., Hagen, K. A., Ogden, T., & Nærde, A. (2021). Bullying victimization and trauma. Frontiers in psychiatry, 11.
Rivara, F. & Le Menestrel, S. (Eds.). (2016). Preventing bullying through science, policy, and practice. National Academies Press.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog