Sub Topik

Depresi mempengaruhi berbagai aspek hidup manusia. Depresi berdampak pada relasi, prestasi, dan kesehatan. Penelitian bahkan menemukan adanya perubahan struktur dan cara kerja otak sebagai akibat depresi berkepanjangan.
Apa yang Terjadi pada Otak Ketika Depresi?
Dengan kemajuan teknologi, para peneliti dapat melihat berbagai perubahan yang terjadi dalam otak. Mereka juga secara spesifik mengaitkannya dengan berbagai kondisi, termasuk depresi.
Bagian-Bagian Otak
Mclean membagi otak menjadi tiga jenis, yaitu neokorteks prefrontal (berperan dalam proses kognitif yang lebih tinggi serta regulasi emosi), otak limbik atau mamalia (berperan dalam emosi dasar manusia), dan kompleks reptil yang terdiri dari basal ganglia dan brain stem (berperan dalam fungsi motorik serta komunikasi).
Area Kortikal
Area otak kortikal yang terlibat dalam depresi adalah korteks prefrontal dorsal dan medial, korteks cingulate anterior dorsal, ventral, dan insula.
Saat seseorang mengalami depresi, terjadi penurunan metabolisme di korteks prefrontal, terutama di daerah otak dorsolateral dan dorsoventral. Depresi juga memengaruhi perubahan volume lobus frontal dan korteks orbitofrontal. Selain itu, penurunan metabolisme juga terjadi pada bagian korteks cingulate anterior.
Sedangkan pada bagian insula, terjadi peningkatan aktivasi insula saat seseorang sedang depresi. Insula sendiri berperan dalam mengekspresikan stimulus yang negatif. Oleh karena itu, terjadi peningkatan aktivasi insula terutama dalam merespons stimulus negatif.
Area Sub Kortikal Limbik
Daerah otak subkortikal limbik yang terlibat saat seseorang depresi adalah amigdala, hippocampus, dan thalamus dorsomedial. Pada orang yang depresi, ditemukan kelainan struktural dan fungsional pada area ini.
Hasil riset menunjukkan bahwa orang yang depresi mengalami penurunan volume hipokampus. Sementara itu peningkatan metabolisme terjadi pada daerah limbik dan amigdala. Durasi peningkatan respon amigdala bergantung pada jangka waktu seseorang menerima stimulus negatif. Selain itu, thalamus dorsomedial juga mengalami peningkatan aktivasi saat depresi.
Area Basal Ganglia dan Brain Stem
Berbagai daerah kortikal, subkortikal, dan batang otak telah terbukti mengalami metabolisme abnormal. Namun, diperlukan riset lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana mekanisme metabolisme abnormal yang terjadi saat seseorang mengalami depresi.
Akibat Depresi pada Perubahan Bentuk dan Fungsi Otak
Dampak Depresi terhadap Struktur Otak
Perubahan Area Otak Gray Matter
Serebral korteks (Gray Matter) berperan dalam memori, transmisi informasi, dan regulasi emosi. Hasil riset menunjukkan bahwa terjadi perubahan anatomi otak pada orang yang mengalami depresi, salah satunya pada hippocampus. Hippocampus berperan penting dalam pemrosesan memori dan manajemen emosi. Selain itu, korteks cingulate yang berperan dalam memori dan suasana hati juga mengalami perubahan anatomi.
Terjadinya atrofi otak pada bagian frontal juga merupakan perubahan yang terjadi pada orang dengan depresi. Penelitian telah menunjukkan bahwa atrofi korteks prefrontal medial, korteks frontal, dan korteks prefrontal dorsolateral sangat signifikan. Korteks frontal memainkan peran penting dalam emosional dan memori kerja (working memory).
Selain lobus frontal, bagian otak lainnya yang turut mengalami perubahan adalah bagian putamen dan thalamus. Perubahan yang terjadi adalah adanya penyusutan volume otak sehingga beberapa area otak orang yang depresi lebih kecil daripada orang normal umumnya.
Perubahan Area White Matter
Meta analisis menunjukkan bahwa nilai FA (Fraksi Anisotropi) di corpus callosum lebih rendah pada orang dengan depresi daripada orang yang tidak mengalami depresi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang sangat menonjol pada bagian corpus callosum. Selain itu, tingkat penurunan FA pada corpus callosum dikaitkan dengan tingkat keparahan gejala depresi dan durasi depresi.
Penurunan nilai FA pada superior frontal gyrus, superior longitudinal fasciculus, dan corpus callosum dapat memprediksi terjadinya depresi pada lansia. Sebuah studi pada remaja dengan depresi menemukan bahwa remaja dengan gejala depresi yang lebih parah memiliki pengurangan FA yang lebih besar pada stratum sagital, radiasi thalamic anterior, genu dari corpus callosum dan cingulate anterior dekat precuneus (Henderson et al., 2013).
Dampak Depresi terhadap Fungsional Otak
Anhedonia
Anhedonia dapat didefinisikan sebagai menurunnya rasa kesenangan seseorang saat melakukan aktivitas tertentu (misal hobi). Rasa senang muncul ketika seseorang melakukan hal-hal yang menurutnya bermanfaat atau berguna. Di dalam otak, perasaan penghargaan dan kesenangan dikaitkan dengan neurotransmitter dopamine. Ketika seseorang senang, dopamine dilepaskan ke “pusat penghargaan” otak yaitu nucleus accumbens (NAc). Orang yang mengalami depresi menunjukkan NAc yang kurang aktif dibandingkan dengan orang yang tidak depresi.
Bias Emosional Negatif
Stress tidak langsung membuat seseorang depresi. Namun yang paling penting adalah kemampuan seseorang dalam mengelola stress. Ketika penyebab stress dapat dikelola dan diatasi, korteks prefrontal ventromedial (vmPFC) memengaruhi aktivitas amigdala melalui perantara pelepasan serotonin yang pada akhirnya dapat membuat amigdala tidak aktif. Namun jika penyebab stress tidak dapat dikelola dengan baik, vmPFC tidak dapat mengatasi stimulus dengan baik dan pada akhirnya dapat menyebabkan peningkatan aktivitas amigdala.
Amigdala menjadi sangat aktif saat manusia atau hewan mengalami emosi negatif. Berkenaan dengan depresi, hasil riset menunjukkan bahwa amigdala orang yang mengalami depresi sangat aktif bila dibandingkan dengan amigdala orang yang tidak mengalami depresi. Amigdala yang terlalu aktif cenderung menyebabkan bias kognitif sehingga orang dengan depresi menginterpretasikan diri dan lingkungan di sekitarnya secara negatif. Hal ini menyebabkan orang dengan depresi tampak berada dalam suasana hati yang negatif.
Hasil riset menunjukkan bahwa amigdala orang yang mengalami depresi sangat aktif bila dibandingkan dengan amigdala orang yang tidak mengalami depresi.
Orang dengan pikiran dan suasana hati yang negatif secara terus-menerus mengkritik diri secara berlebihan dan menolak realitas. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari. Memutus siklus pikiran negatif membutuhkan cara yang tepat untuk mengatasinya secara efektif.
Cara Menghilangkan Pikiran Negatif di Otak
Hampir setiap orang pernah mengalami pikiran negatif di otak dari waktu ke waktu. Pikiran negatif dapat mencegah seseorang menikmati sesuatu, kehilangan fokus, dan membuat mereka merasa cemas dan tertekan. Mengatasi pikiran negatif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tapi bagi sebagian orang yang mengalami depresi atau memiliki harga diri rendah, mengatasi pikiran negatif dapat menjadi salah satu tugas yang berat dan sulit.
Berikut di bawah ini beberapa tips untuk membantu mengatasi pikiran negatif di otak, di antaranya:
Olahraga
Melakukan olahraga secara teratur dapat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental Anda. Selain itu, salah satu manfaat olahraga lainnya adalah membantu meredakan ketegangan dan kecemasan. Jalan-jalan di sekitar rumah cukup membantu Anda rileks dan mengurangi pikiran negatif.

Utarakan Apa yang Dipikirkan dan Dirasakan
Saat Anda merasa terhanyut dalam perasaan dan pikiran-pikiran negatif, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan berbicara kepada orang terdekat yang Anda percayai. Hal ini dapat membantu melepaskan pikiran dan perasaan negatif, serta menemukan insight yang dapat mengubah cara berpikir Anda.
Temukan Cara Bersyukur
Ketika seseorang hanyut dalam hal-hal negatif, sangat mudah untuk melupakan semua hal positif yang ada di dalam hidup. Temukan kembali hal-hal positif yang dapat membuat Anda bersyukur. Bila perlu tuliskan hal-hal positif tersebut sebagai pengingat ketika Anda hanyut dalam pikiran negatif.
Journaling
Cobalah meluangkan waktu selama 15 menit untuk melakukan journaling. Kegiatan journaling dapat berupa menulis apa yang Anda rasakan, kegiatan hari ini, apa yang membuat Anda gelisah, dan sebagainya. Kegiatan ini dapat membantu Anda mengidentifikasi pikiran-pikiran yang berpotensi menjadi pikiran-pikiran negatif.
Cara Mengatasi Sulit Konsentrasi
Jika Anda melihat daftar tanda-tanda depresi, Anda mungkin sering menemukan “sulit konsentrasi” di daftar tersebut. Meskipun selalu ada, terkadang tanda ini cenderung diabaikan. Namun, sulit konsentrasi dapat menjadi salah satu aspek depresi yang paling menantang bagi banyak orang.
Konsentrasi mengharuskan Anda untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun, depresi membuat tujuan ini sulit diwujudkan. Jika tujuan yang diinginkan tidak terwujud, Anda mungkin merasa cemas sehingga semakin sulit untuk berkonsentrasi.
Jika Anda sulit konsentrasi karena depresi, hal terpenting untuk mengatasinya adalah dengan mengobati depresi itu sendiri. Sayangnya, depresi tidak selalu hilang dengan mudah bahkan dengan pengobatan. Oleh karena itu, di bawah ini terdapat cara untuk mengatasi sulit konsentrasi meskipun Anda mengalami gangguan depresi:
- Buatlah catatan “to do list” setiap hari. Hal ini memudahkan Anda untuk menjalani rutinitas sehari-hari.
- Selesaikan satu tugas kecil di hari pertama. Lakukan sesuatu yang mudah dan apresiasi ketika tugas tersebut selesai.
- Perbaiki pola tidur. Semakin banyak yang dapat Anda lakukan untuk memperbaiki kebiasaan tidur, semakin mudah untuk berkonsentrasi di siang hari.
- Istirahat yang cukup. Lakukan hal kecil yang membuat Anda rileks seperti menghirup aroma favorit, jalan-jalan sebentar, atau mendengarkan lagu favorit.
Efek Depresi pada Otak: Perubahan Struktur dan Fungsi
Saat seseorang tidak mampu mengatasi stres, maka dalam jangka waktu yang panjang ini dapat memicu munculnya depresi. Depresi yang berulang dapat menyebabkan perubahan otak dari waktu ke waktu, baik dari segi struktur maupun fungsinya. Beberapa bagian mengalami pengecilan anatomi maupun ukuran otak. Sedangkan bagian yang lainnya mengalami peningkatan maupun penurunan aktivitas kinerja dan metabolisme otak.
Depresi yang berulang dapat menyebabkan perubahan otak dari waktu ke waktu, baik dari segi struktur maupun fungsinya.
Ketika Anda kesulitan dalam mengelola stres, jangan ragu untuk membicarakan masalah Anda ke profesional. Mereka mungkin memiliki penanganan dan solusi yang tepat untuk Anda.
Referensi
Dai, L., Zhou, H., Xu, X., & Zuo, Z. (2019). Brain structural and functional changes in patients with major depressive disorder: A literature review. PeerJ, 2019(11), e8170. https://doi.org/10.7717/PEERJ.8170/SUPP-1
Henderson, S. E., Johnson, A. R., Vallejo, A. I., Katz, L., Wong, E., & Gabbay, V. (2013). A preliminary study of white matter in adolescent depression: Relationships with illness severity, anhedonia, and irritability. Frontiers in Psychiatry, 4(NOV), 152. https://doi.org/10.3389/FPSYT.2013.00152/BIBTEX
Pandya, M., Altinay, M., Malone, D. A., & Anand, A. (2012). Where in the brain is depression? Current Psychiatry Reports, 14(6), 634–642. https://doi.org/10.1007/S11920-012-0322-7/METRICS
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog