Sub Topik

Dilansir dari Global Health Data Exchange (GHDx) pada tahun 2019, sekitar 3,8 persen atau 280 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (APA, 2022) menggambarkan depresi sebagai gangguan mood yang ditandai dengan perasaan sedih, tidak berharga, putus asa, tidak berdaya, pesimisme, atau rasa bersalah yang terus-menerus disertai perubahan somatik dan kognitif yang secara signifikan memengaruhi individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Depresi adalah salah satu gangguan mental yang umum terjadi dan seringkali paling diremehkan dalam hal tingkat keparahan dan dampaknya oleh orang-orang terdekat penyintas (WHO, 2019).
Artikel ini akan membahas mengenai dampak depresi bagi tubuh, terutama dalam menyebabkan rasa sakit fisik.
Apa yang Dirasakan Orang yang Depresi?
Styron dalam bukunya Darkness Visible: Memoir of Madness mendeskripsikan depresi yang dialaminya membuat ia seperti terjebak di dalam kabut kesuraman dan keterasingan. Ia kerap dihantui oleh perasaan takut dan cemas tanpa tahu apa yang sebenarnya ia takutkan. Ia juga mengatakan bahwa depresi membuatnya merasa rapuh dan mati rasa. Akan tetapi, apa yang sebenarnya dirasakan orang yang depresi?
Para ahli yang tergabung dalam asosiasi psikiatri di Amerika Serikat dan WHO menjabarkan gejala yang dirasakan oleh orang dengan gangguan depresi, yaitu:
- Merasa sedih, putus asa, bahkan merasa kosong sepanjang waktu setiap hari.
- Kehilangan minat untuk menjalankan aktivitas yang disukai atau aktivitas sehari-hari.
- Selalu merasa bersalah dan tidak berharga hampir setiap hari.
- Sulit untuk berpikir, konsentrasi, bahkan mengambil suatu keputusan.
- Merasa rendah diri dan menyalahkan diri sendiri.
- Timbul pikiran berulang terkait kematian dan keinginan untuk mati.
Perasaan-perasaan tersebut muncul secara berulang selama dua minggu atau lebih yang disertai adanya perubahan signifikan terhadap keberfungsian individu di setiap harinya. Selain itu, individu yang mengalami perasaan-perasaan tersebut akan melakukan penarikan diri dari lingkungan sosialnya.
Gejala Fisik Depresi
Tidak hanya secara psikologis, depresi juga memiliki gejala fisik yang dirasakan oleh individu. Ini bahkan disadari oleh orang yang ada disekitarnya. Di dalam buku panduan diagnosis, para ahli mengemukakan gejala fisik yang dialami oleh orang dengan gangguan depresi, yaitu:
- Penurunan atau penambahan berat badan secara signifikan, yaitu perubahan > 5% berat badan dalam sebulan.
- Penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
- Sulit tidur atau terlalu banyak tidur hampir setiap hari
- Merasa lelah dan tidak berenergi hampir sepanjang waktu.
- Timbul gerakan motorik berlebih akibat perasaan gelisah (mis. menggigit kuku) hampir setiap hari dan dapat disadari oleh orang lain.
- Mudah menangis atau sering menangis tanpa penyebab yang jelas (Haroz et al., 2017)
Gejala depresi yang dialami setiap orang akan berbeda-beda. Apabila gejala-gejala tersebut muncul secara terus-menerus selama dua minggu atau lebih disertai adanya perubahan signifikan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, maka Anda dapat menemui dokter atau tenaga profesional lainnya untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat. Diagnosis akurat berperan besar dalam menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi depresi.
Dampak Depresi bagi Tubuh
Apabila depresi tidak ditangani, maka akan menimbulkan dampak pada individu. Dampak ekstrem yang umumnya ditimbulkan depresi adalah bunuh diri. Berdasarkan hasil penelitian dari Ponsoni et al. (2018), perilaku bunuh diri umum ditemukan pada pasien depresi. Selain perilaku bunuh diri, depresi juga dapat berdampak pada tubuh.
Penyusutan Otak
Pada beberapa bagian otak tertentu akan mengalami penyusutan hingga mengalami perubahan fungsi secara signifikan akibat depresi. Bagian-bagian otak yang mengalami penyusutan, yaitu:
- Area Prefrontal Cortex : Penyusutan pada area ini akan memengaruhi individu dalam proses berpikir, mengambil keputusan, dan regulasi suasana hati. Dari penelitian lain ditemukan pula bahwa penyusutan prefrontal cortex akan menyebabkan individu menjadi apatis dan kehilangan motivasi.

- Area Thalamus : Penyusutan pada area ini akan menyebabkan penderita depresi kesulitan mengingat dan meregulasi emosi.
- Area Striatum : Penyusutan pada area ini akan menyebabkan penurunan proses kognitif, motivasi, dan kontrol gerak tubuh. Selain itu, penyusutan pada area ini juga dapat meningkatkan impulsivitas yang pada gilirannya dapat meningkat risiko individu untuk mengembangkan perilaku bunuh diri.
- Area Hipokampus: Penyusutan pada hipokampus dapat menyebabkan individu untuk mengalami perasaan negatif secara terus-menerus.
Perubahan Nafsu Makan
Dampak lain yang ditimbulkan depresi terhadap tubuh yaitu dapat menyebabkan perubahan nafsu makan seseorang. Individu yang mengalami depresi dapat mengalami perubahan nafsu makan. Perubahan ini bisa berupa peningkatan atau penurunan nafsu makan. Penelitian yang dilakukan oleh Maxwell & Cole (2009) menunjukkan bahwa 48% pasien depresi dewasa menunjukkan penurunan nafsu makan yang berhubungan dengan depresi, sementara sekitar 35% menunjukkan peningkatan nafsu makan yang berhubungan dengan depresi. Perubahan nafsu makan pada gilirannya akan memengaruhi berat badan individu.
Peningkatan Sensitivitas terhadap Rasa Sakit
Peningkatan sensitivitas terhadap rasa sakit juga dialami oleh orang yang mengidap depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Hermesdorf et al. (2016) menunjukkan bahwa penderita depresi memiliki toleransi terhadap rasa sakit yang lebih rendah sehingga lebih sensitif terhadap rasa sakit. Sensitivitas terhadap rasa sakit ini berkaitan dengan peningkatan keluhan rasa sakit.
Dampak Depresi Terhadap Kesehatan Fisik
Selain memberikan dampak negatif pada tubuh, depresi juga berpengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang. Depresi dan stres dapat mengubah proses pembentukan hormon seperti adrenalin, kortikoid, dan katekolamin yang pada gilirannya memengaruhi sistem kekebalan tubuh (Leonard, 2010). Selain kekebalan tubuh yang melemah, depresi juga dapat memicu beberapa gangguan, yaitu:
Selain memberikan dampak negatif pada tubuh, depresi juga berpengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang.
Gangguan Fungsi Seksual
Individu yang mengalami depresi dikaitkan dengan gangguan fungsi seksual. Gangguan fungsi seksual pada orang dengan depresi meliputi berkurangnya dorongan seksual, penggunaan materi eksplisit seksual, fantasi seksual, bahkan kesulitan untuk mencapai orgasme. Pada pria, depresi dapat menyebabkan disfungsi ereksi dan ejakulasi dini.
Gangguan Pencernaan
Depresi dapat mengakibatkan gangguan pada pencernaan. Gangguan pencernaan tersebut meliputi perut kembung, diare, konstisipasi, refluks gastri-esofagus (GERD), mual, aerofagia (masuk angin), hingga nyeri dada. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan terhadap depresi, memiliki risiko untuk mengalami gangguan pencernaan lebih dari satu jenis.
Penyakit Kardiovaskular
Depresi menjadi faktor independen yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Hal ini dibuktikan dalam survei yang dilakukan oleh Rajan et al. (2020) pada hampir 150.000 orang di 21 negara menemukan bahwa kejadian kardiovaskular dan kematian meningkat sebesar 20 persen pada orang dengan empat atau lebih gejala depresi dibandingkan dengan orang yang tidak. Orang yang depresi mengalami disregulasi sistem saraf otonom (ANS) akibat reaktivitas stres sehingga mengganggu kontrol terhadap aspek fungsi jantung yang dapat meningkatkan risiko aritmia jantung.
Depresi Menyebabkan Sakit Fisik
Gangguan depresi merupakan gangguan mental yang umum ditemukan di masyarakat. Gangguan depresi juga menjadi gangguan yang paling diremehkan dalam hal tingkat keparahan dan dampaknya pada kesejahteraan individu. Dampak paling ekstrem pada individu yang depresi adalah perilaku bunuh diri.
Dampak fisik yang ditimbulkan depresi terhadap kesehatan fisik berupa gangguan fungsi seksual, gangguan pencernaan, bahkan penyakit kardiovaskular. Untuk itu, diperlukan adanya intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh depresi.
Dampak fisik yang ditimbulkan depresi terhadap kesehatan fisik berupa gangguan fungsi seksual, gangguan pencernaan, bahkan penyakit kardiovaskular.
Referensi
American Psychiatric Association . Diagnostic and statistical manual of mental disorders, fifth edition, text revision. Washington: American Psychiatric Association, 2022.
Agüera-Ortiz, L., Failde, I., Mico, J. A., Cervilla, J., & López-Ibor, J. J. (2011). Pain as a symptom of depression: prevalence and clinical correlates in patients attending psychiatric clinics. Journal of affective disorders, 130(1-2), 106-112.
Bouchoucha, M., Hejnar, M., Devroede, G., Babba, T., Bon, C., & Benamouzig, R. (2013). Anxiety and depression as markers of multiplicity of sites of functional gastrointestinal disorders: A gender issue? Clinics and Research in Hepatology and Gastroenterology, 37(4), 422–430. doi:10.1016/j.clinre.2012.10.011
Dhar, A. K., & Barton, D. A. (2016). Depression and the Link with Cardiovascular Disease. Frontiers in psychiatry, 7, 33. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2016.00033
Fabre, L. F., & Smith, L. C. (2012). The effect of major depression on sexual function in women. The Journal of Sexual Medicine, 9(1), 231-239.
Haroz, E. E., Ritchey, M., Bass, J. K., Kohrt, B. A., Augustinavicius, J., Michalopoulos, L., Burkey, M. D., & Bolton, P. (2017). How is depression experienced around the world? A systematic review of qualitative literature. Social science & medicine (1982), 183, 151–162. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2016.12.030
Hermesdorf, M., Berger, K., Baune, B. T., Wellmann, J., Ruscheweyh, R., & Wersching, H. (2016). Pain Sensitivity in Patients With Major Depression: Differential Effect of Pain Sensitivity Measures, Somatic Cofactors, and Disease Characteristics. The journal of pain, 17(5), 606–616. https://doi.org/10.1016/j.jpain.2016.01.474
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems. 10th Revision. F32 Depressive episode; F33 Recurrent depressive disorder; F34 Persistent mood [affective] disorders. https://icd.who.int/browse10/2019/en
Liu, Q., Zhang, Y., Wang, J., Li, S., Cheng, Y., Guo, J., … & Zhu, Z. (2018). Erectile dysfunction and depression: a systematic review and meta-analysis. The Journal of Sexual Medicine, 15(8), 1073-1082.
Maxwell, M. A., & Cole, D. A. (2009). Weight change and appetite disturbance as symptoms of adolescent depression: Toward an integrative biopsychosocial model. Clinical psychology review, 29(3), 260-273.
Peng, W., Chen, Z., Yin, L., Jia, Z., & Gong, Q. (2016). Essential brain structural alterations in major depressive disorder: a voxel-wise meta-analysis on first episode, medication-naive patients. Journal of affective disorders, 199, 114-123.
Ponsoni, A., Branco, L. D., Cotrena, C., Shansis, F. M., Grassi-Oliveira, R., & Fonseca, R. P. (2018). Self-reported inhibition predicts history of suicide attempts in bipolar disorder and major depression. Comprehensive psychiatry, 82, 89-94.
Styron, W. (2010). Darkness visible: A memoir of madness. Open Road Media.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog