
American Psychological Association (APA) mendefinisikan bullying atau perundungan sebagai tindakan agresif yang disengaja dan berulang sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Pada lingkungan sekolah, dampak bullying sangat nyata bagi siswa.
Masih penjelasan dari APA, perundungan tersebut dapat berbentuk kontak fisik, kata-kata yang menyakiti, maupun tindakan lain yang lebih halus. Biasanya, individu yang menjadi korban sebenarnya tidak melakukan apapun yang memicu intimidasi tersebut.
Walaupun bullying terjadi pada korban, namun akibat buruk bullying di sekolah dialami juga oleh pelaku dan siswa lain yang menjadi pengamat. Itu sebabnya, mencegah dan menghentikan bullying melibatkan kepentingan berbagai pihak.
Dampak Bullying bagi Pelaku
Penelitian tentang dampak perundungan bagi pelaku memang tidak banyak. Sebab, korbanlah biasanya yang menerima akibat yang lebih nyata. Walau demikian, bukan berarti tidak ada hal negatif yang dirasakan oleh pelaku perundungan akibat tindakannya tersebut.
Beberapa penelitian secara singkat menyebutkan beberapa akibat negatif perundungan bagi para pelaku, sebagai berikut:
#1 Masalah Psikologis
Rivara, et al (2016) menyebutkan bahwa pelaku bullying melaporkan adanya dampak gangguan sulit tidur dan gejala psikosomatis lain yang dialami oleh pelaku.
Walau demikian, tidak dijelaskan apakah gejala tersebut akibat dari dilema moral setelah melakukan hal buruk. Sebab, ada kemungkinan gejala tersebut adalah bagian dari manifestasi tertekannya emosi yang juga menjadi penyebab dirinya melakukan tindakan perundungan.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah apa yang ditemukan oleh Wolke, et al (2015). Yaitu, bahwa pelaku perundungan juga berkaitan dengan masalah penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan terlarang. Tidak hanya itu, penelitian juga melaporkan bahwa pelaku perundungan cenderung kurang berpendidikan dan menganggur saat dewasa.
#2 Kendala Psikososial
Pelaku perundungan dengan tindakannya memang menunjukkan adanya power atau kekuatan yang ia miliki. Namun, hal ini sebenarnya justru dapat menjadi kendala sosial bagi dirinya sendiri.
Rivara, et al (2016) mencatat bahwa pelaku perundungan dihindari oleh siswa lain karena kuatir akan menjadi korban selanjutnya. Apabila hal ini terjadi berkepanjangan, tentu akan menjadi hambatan tersendiri, baik dari sisi psikososial maupun performance akademik siswa.
Misalnya, apabila kebanyakan siswa menjadi tidak mau mengerjakan tugas kelompok bersama pelaku bullying tersebut. Sedangkan pada situasi jangka panjang, Wolke et al (2015) mengemukakan bahwa pelaku perundungan lebih sulit bertahan pada sebuah pekerjaan akibat dari rendahnya kemampuan bersosialisasi.
Dampak Bullying bagi Korban
Sebagai korban, siswa yang menerima intimidasi menerima konsekuensi paling nyata dibanding pelaku maupun siswa lainnya. Berikut ini adalah rangkuman dampak perundungan bagi korban dari beberapa penelitian:
#1 Kesehatan Fisik
Dampak pertama adalah cedera fisik apabila intimidasi yang dilakukan bersifat kontak fisik. Pada kondisi tertentu cedera fisik dapat memiliki efek jangka panjang merugikan kualitas hidup korban secara keseluruhan. Misalnya, terjadi kecacatan tertentu.
Namun, Rivara et al (2016) juga mengingatkan bahwa dampak jangka panjang cedera fisik akibat bullying perlu didalami dengan spesifik. Sebab, ada kemungkinan cedera tersebut diakibatkan oleh trauma masa kecil atau kejadian lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan perundungan di sekolah.
Hal lain yang diutarakan oleh Rivara et al (2016) adalah bahwa korban bullying lebih beresiko mengalami kelebihan berat badan di kemudian hari dibanding individu lain yang tidak mengalaminya.
#2 Gejala Psikosomatis
Knack et al (2011) menjelaskan bahwa korban perundungan mengalami perubahan biologis yang membuat mereka menjadi lebih peka pada rasa sakit. Hal ini menyebabkan anak maupun remaja yang mengalami perundungan di sekolah lebih banyak melaporkan gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut, hingga mengompol.
Gejala psikosomatis tersebut adalah manifestasi dari perasaan tertekan dan stres yang dialami oleh korban. Selain itu, Rivara et al (2016) juga menyoroti gangguan sulit tidur yang berbanding lurus dengan keterlibatan dengan perundungan.
Pelaku maupun korban bullying sama-sama melaporkan gejala gangguan sulit tidur dibanding siswa lain yang tidak terlibat. Namun, siswa yang menjadi korban 2 kali lipat lebih mungkin mengalaminya daripada pelaku.
#3 Kesejahteraan Mental
Wolke, et al (2015) dan Nazir, at al (2025) mengemukakan dampak serius bullying terhadap kesejahteraan mental korban. Antara lain adalah timbulnya berbagai gejala gangguan. Mulai dari masalah pada persepsi diri, depresi, dorongan untuk melukai diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, hingga mengalami kendala dalam proses adaptasi di sekolah.
Ini tentu bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Rivara, et al (2016) mengungkapkan bahwa hubungan stres akibat menerima perundungan memiliki efek abadi atau menetap.
Stres akibat perundungan mempengaruhi kortisol dalam tubuh yang berdampak buruk pada trauma jangka panjang seseorang. Perundungan menyebabkan kortisol menjadi tumpul sehingga pola respon seseorang menjadi lebih lambat.

Dampak Bullying bagi Siswa Lain
Sekalipun tidak terlibat langsung dalam kejadian perundungan, siswa yang menyaksikan atau mengetahui bahwa hal buruk tersebut terjadi di sekitarnya, turut terdampak. Berikut ini gambaran dampak negatif perundungan terhadap siswa lain:
#1 Buruknya Iklim Sosial
Terjadinya bullying membuat para siswa mengetahui adanya ketidakseimbangan kekuatan (imbalance of power) sehingga ada siswa yang menerima intimidasi. Hal ini tentu menyebabkan buruknya iklim sosial dalam lingkungan sekolah.
Perasaan cemas dan tidak aman karena kuatir akan terlibat atau menjadi korban selanjutnya dapat dirasakan oleh siswa lain (Rivara, et, al 2016). Ini dapat berdampak buruk pada performance akademik siswa tersebut maupun kesejahteraan mentalnya secara umum.
Buruknya iklim sosial yang berdampak luas ini semestinya dapat menjadi pertimbangan bagi pihak sekolah maupun pemegang otoritas lain untuk memulai kampanye stop bullying.
#2 Perkembangan Kualitas Pribadi
Dampak kedua adalah dampak jangka panjang bagi anak maupun remaja yang tumbuh dalam lingkungan di mana terjadi perundungan. Intimidasi yang sering dan berulang membuat tindakan buruk tersebut seolah adalah hal yang wajar.
Padahal, anak-anak sedang dalam proses perkembangan yang semestinya belajar tentang penanaman nilai moral di antaranya membedakan baik dan buruk. Tindakan bullying yang terus disaksikan dapat merugikan bagi proses penanaman nilai moral ini.
Akibatnya, anak-anak akan tumbuh dengan nilai-nilai baik yang kabur. Kualitas pribadi mereka juga menjadi kurang optimal. Saat dewasa dan hidup di tengah masyarakat yang lebih luas, bukan tidak mungkin mereka akan melakukan tindakan buruk seperti intimidasi, tanpa menyadari bahwa itu adalah perbuatan buruk.
Mengurangi Dampak Bullying di Sekolah
Menciptakan iklim belajar yang nyaman adalah tanggung jawab semua pihak yang terlibat. Baik pihak sekolah, orang tua, maupun peserta didik sendiri. Walau demikian, pihak sekolah dan orang tua sebagai orang dewasa memiliki otoritas untuk bertindak lebih.
Ini dapat dilakukan antara lain dengan teguh memegang prinsip anti kekerasan. Prinsip tersebut umumnya tertuang dalam tata tertib sekolah. Sedangkan langkah yang lebih dalam adalah dengan menyusun Standard Operational Procedure (SOP) untuk menangani hal semacam ini. Salah satu pasal yang sebaiknya ada adalah mengenai kapan harus meminta bantuan profesional untuk mengatasi bullying di sekolah.
Pihak profesional dapat melakukan pendampingan, baik pada korban, pelaku, maupun siswa lain yang berada pada lingkungan yang sama.
Stop Bullying di Sekolah
Bullying adalah tindakan agresif yang disengaja dan berulang sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Dampak buruknya tidak hanya nyata bagi korban, tetapi juga bagi pelaku dan siswa lain di lingkungan tersebut.
Bullying adalah tindakan agresif yang disengaja dan berulang sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.
Bullying di sekolah mengakibatkan gangguan pada berbagai aspek, seperti masalah kesehatan fisik, penurunan kesejahteraan mental, hambatan fungsi sosialisasi dan perkembangan kepribadian, serta penurunan prestasi akademis. Oleh sebab itu, pihak sekolah dan orang tua siswa sebagai orang dewasa memiliki otoritas lebih untuk menghentikan dan mencegah dampak bullying di lingkungan sekolah.
Bullying di sekolah mengakibatkan gangguan pada berbagai aspek, seperti masalah kesehatan fisik, penurunan kesejahteraan mental, hambatan fungsi sosialisasi dan perkembangan kepribadian, serta penurunan prestasi akademis.
Referensi
Knack, Jennifer, et al (2011) Worse than sticks and stones? Bullying is associated with altered HPA axis functioning and poorer health. PubMed: BrainCogn, 77(2):183-90. DOI: 10.1016/j.bandc.2011.06.011
Nazir, at al (2015) School Bullying: Effecting Childs Mental Health. The International Journal of Indian Psychology, Volume 2, Issue 4. ISSN 2348-5396. DOI:10.25215/0204.090
Rivara, Frederick, et al (Ed) (2016) Preventing Bullying Through Science, Policy, and Practice. Washington DC: National Academic Press. ISBN-13: 978-0-309-44067-7I. SBN-10: 0-309-44067-X.
Wolke, Dieter, al at (2015) Long-term effects of bullying. British Medical Journal (BMJ), 100(9): 879–885, Archive of Disease in Childhood. doi: 10.1136/archdischild-2014-306667
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog