Sub Topik
Anak Pintar dari Gen Ibu?

Kita sering mendengar anggapan bahwa kepintaran anak diturunkan dari ibu. Namun, konsep pintar tidak sesederhana itu. Tolak ukur kepintaran seseorang bersifat lebih kompleks. Lalu, benarkah anak pintar diturunkan dari gen ibu?
Kecerdasan memang diwariskan dari faktor keturunan. Namun belum ada penelitian terbaru yang secara jelas menyatakan bahwa anak pintar berasal dari gen ibu. Sebaliknya, hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kecerdasan orang tua kandung diwariskan kepada anak kandung sebesar 50%. Selain itu, belum ada jawaban pasti mengenai sejauh mana kecerdasan dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan. Orangtua dapat memaksimalkan lingkungan seperti pendidikan dan pola asuh agar anak dapat berkembang secara maksimal.
Apakah Cacat Mental Diturunkan?
Penyebab cacat mental belum diketahui secara pasti. Namun cacat mental atau intellectual disability dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor penyebab retardasi mental di antaranya adalah faktor genetika, konsumsi alkohol yang berlebih saat ibu hamil, adanya infeksi, komplikasi kelahiran, dan malnutrisi yang ekstrem. Terlepas dari berbagai faktor tersebut faktor yang berperan penting dalam cacat mental adalah kelainan genetik.
Faktor-faktor penyebab retardasi mental di antaranya adalah faktor genetika, konsumsi alkohol yang berlebih saat ibu hamil, adanya infeksi, komplikasi kelahiran, dan malnutrisi yang ekstrem.
Faktor Genetika dan Cacat Mental
Ada beberapa sindrom yang dapat mempengaruhi kecerdasan anak. Sindrom Lesch-Nyhan merupakan kesalahan metabolisme bawaan kromosom X yang disebabkan oleh kekurangan enzim metabolisme purin. Kondisi ini terjadi karena adanya mutasi gen. Mutasi ini menyebabkan penumpukan asam urat sehingga muncul perilaku menggigit mulut dan jari, serta retardasi mental. Sindrom metabolisme bawaan lainnya adalah Niemann-Pick disease, Hunter disease, Hurler disease, maple syrup urine disease, Hartnup disease, homocystinuria, dan galactosemia.
Faktor Lingkungan dan Cacat Mental
Selain faktor genetika, faktor paparan lingkungan selama kehamilan turut mempengaruhi cacat mental. Ibu yang terpapar virus rubella dan HIV pada trimester awal kehamilan dapat meningkatkan kemungkinan anak cacat mental. Untuk mengatasi hal tersebut, ibu perlu melakukan imunisasi agar terhindar dari virus rubella.
Faktor Kondisi Ibu dan Cacat Mental
Kondisi fisik ibu yang tidak terkontrol juga dapat meningkatkan kemungkinan anak mengalami cacat mental. Hipertensi kehamilan, asma, infeksi saluran kemih, obesitas pra-kehamilan, dan diabetes pra-kehamilan terbukti meningkatkan risiko cacat mental. Cacat mental atau intellectual disability juga dapat terjadi selama masa kanak-kanak. Penyebabnya antara lain adalah infeksi, trauma kepala, tumor intrakranial, malnutrisi, asfiksia, dan paparan zat beracun.
Bagaimana Karakteristik Anak Retardasi Mental?
Anda mungkin pernah mendengar istilah tunagrahita yang dikaitkan dengan retardasi mental. Lalu, apa itu anak tuna grahita?
Tunagrahita adalah istilah yang lebih formal dalam Bahasa Indonesia untuk orang-orang yang mengalami retardasi mental. Mereka memiliki karakteristik khas yang cukup mudah untuk diamati.
Anak-anak yang secara fisik tampak normal juga memiliki kemungkinan mengalami cacat mental atau intellectual disability. Anak-anak dengan retardasi mental yang parah mulai menunjukkan karakteristik lebih awal daripada anak dengan retardasi mental yang ringan. Jika Anda mencurigai anak Anda mengalami retardasi mental, di bawah ini merupakan beberapa karakteristik awal yang perlu diwaspadai. Di antaranya:
- Sulit berbicara
- Bergerak lebih lambat dari anak-anak lain
- Kesulitan mengikuti instruksi sederhana
- Kesulitan mempelajari keterampilan akademik
- Sulit mengembangkan keterampilan sosial
- Memiliki perilaku agresif
- Sulit mengatur emosi dan perilaku
- Mengalami masalah memori
- Kesulitan mengurus diri sendiri seperti mandi atau berpakaian
Penyebab Retardasi Mental
Penyebab spesifik kejadian retardasi mental belum diketahui secara pasti. Mayoritas kejadian retardasi mental terjadi di masa awal kehidupan. Ini merupakan ciri khas gangguan yang berhubungan dengan perkembangan, termasuk autisme dan ADHD. Hal ini membuat penanganan dan penyembuhan retardasi mental sulit dilakukan. Berbagai penelitian juga masih dilakukan untuk mencegah dan menyembuhkan autisme dan ADHD.
Walau demikian, penyebab tertentu retardasi mental dapat dikendalikan. Salah satu cara untuk mencegah retardasi mental adalah dengan mengetahui faktor-faktor risiko di bawah ini.
Fetal Alcohol Syndrome
Faktor risiko yang pertama adalah fetal alcohol syndrome. Fetal alcohol syndrome merupakan suatu kondisi kelainan pada anak yang disebabkan oleh wanita yang mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan. Hasil riset menunjukkan bahwa wanita yang mengonsumsi alkohol saat masa prenatal dapat meningkatkan risiko gangguan perkembangan saraf dan mental retardasi. Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan dapat berpengaruh jangka panjang pada janin (Murphy et al., 1998).
Wanita hamil yang mengonsumsi dua gelas atau lebih alkohol selama masa kehamilan dapat meningkatkan risiko penurunan IQ pada anak saat usia 7 tahun (Murphy et al., 1998). Oleh karena itu, wanita hamil tidak boleh mengonsumsi alkohol. Pencegahan konsumsi yang berlebihan dapat dilakukan melalui konsumsi suplemen makanan yang mengandung antioksidan untuk mengembalikan keseimbangan nutrisi (Gupta et al., 2016).
Konsumsi Gula Berlebihan
Mengonsumsi gula berlebih dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami diabetes. Diabetes merupakan penyakit yang terjadi ketika gula darah terlalu tinggi. Gula darah berasal dari makanan yang dikonsumsi. Diabetes sendiri merupakan bagian dari komponen metabolic syndrome (diabetes melitus) yang memiliki keterkaitan dengan peningkatan stress dan penanda inflamasi.
Hasil riset menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kondisi diabetes dapat meningkatkan risiko anak mengalami retardasi mental. Diabetes ditemukan menjadi faktor risiko perkembangan otak janin. Selain itu, diabetes merupakan faktor risiko penurunan risiko pada orang dewasa yang lebih tua (Mann et al., 2013).
Oleh karena itu, para ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sehat yang tidak mengandung gula berlebih. Apabila ibu hamil tetap ingin mengonsumsi makanan manis, maka dianjurkan untuk makan dalam porsi yang lebih sedikit dari biasanya. Hal lain yang dapat dikontrol untuk mengurangi risiko diabetes adalah mengecek nutrisi yang terkandung pada tiap makanan sebelum dikonsumsi.

Masa Neonatal di Rumah Sakit dan Risiko Gangguan Perkembangan
Hasil riset menunjukkan bahwa lamanya waktu rawat inap bayi pada masa neonatal di rumah sakit berkaitan dengan dapat meningkatkan risiko retardasi mental ringan. Selain itu, bayi yang dirawat lebih dari 48 jam memiliki risiko untuk dirawat kembali di rumah sakit karena penyakit yang diderita. Penyakit ini terdiri dari hiperbilirubinemia, sepsis dan respiratori.
Lebih lanjut, bayi yang diduga atau sudah mengalami sepsis dapat mengalami risiko gangguan perkembangan anak. Hal ini disebabkan oleh aktivasi mikroglia di otak yang menyebabkan stres oksidatif, blood-brain barrier dysfunction, dan migrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan sel otak.
Perlu dipahami bahwa durasi rawat inap tidak menyebabkan terjadinya retardasi mental, namun dapat dijadikan indikasi peningkatan risiko kondisi retardasi mental. Bayi yang harus dirawat lebih lama di rumah sakit biasanya memiliki kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangannya, termasuk perkembangan otak. Masalah dalam perkembangan otak itu sendiri dapat mengakibatkan retardasi mental.
Antenatal Care
Melalui antenatal care, penyakit menular seksual, HIV, kondisi bayi lahir prematur, dan sepsis neonatal dapat dicegah. Hasil riset menunjukkan bahwa retardasi mental dapat dihindari melalui antenatal screening. Selain itu, antenatal screening juga dapat mendeteksi down syndrome, kelainan genetik, dan cacat pada tabung saraf. Ketidakpedulian pada antenatal screening dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan yang rendah sehingga menyebabkan retardasi mental.
Antenatal care bertujuan untuk mendeteksi dan mengantisipasi dini jika ada faktor-faktor risiko atau komplikasi, pengecekan kesehatan serta gizi ibu hamil, dan persiapan persalinan yang bersih dan aman agar bayi lahir sehat dan tidak memiliki kelainan. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap antenatal care adalah cakupan K1-K4 dengan tenaga kesehatan yang kompeten. K1 adalah pemeriksaan pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan, harus dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama, sebelum minggu ke 8. K4 adalah ibu hamil dengan pemeriksaan 4 atau lebih yang dilakukan minimal 1 kali pada trimester 1 (0 -12), setidaknya sekali dalam trimester pertama, trimester kedua (>12-24 minggu) dan minimal 2 kali pada trimester ketiga (>24 minggu sampai lahir).
Retardasi Mental Bisa Dihindari?
Dapatkah retardasi mental dihindari? Jawabannya adalah “ya”. Beberapa faktor risiko retardasi mental dapat dikenali dan dicegah. Wanita yang hamil perlu mendapatkan perawatan prenatal yang tepat, mengonsumsi vitamin prenatal, dan mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit menular tertentu untuk menurunkan risiko anak mengalami retardasi mental.
Wanita yang hamil perlu mendapatkan perawatan prenatal yang tepat, mengonsumsi vitamin prenatal, dan mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit menular tertentu untuk menurunkan risiko anak mengalami retardasi mental.
Retardasi mental dapat ditelusuri lebih lanjut ke profesional ketika perkembangan anak tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama pada bagian intelektual. Adanya pendidikan, pelatihan kerja, dukungan dari orang sekitar, motivasi penyandang, dan kepribadian penyandang dapat berkontribusi pada kemampuan penyandang untuk beradaptasi dengan tuntutan kehidupan sehari-hari.
Referensi
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition (5th ed.). American Psychiatric Publishing.
Byrd, F. (2020, September 12). Intellectual Disability in Children: Causes, Symptoms, and Treatments. https://www.webmd.com/parenting/baby/child-intellectual-disability
Chavan, B. S., & Rozatkar, A. R. (2014). Intellectual disability in India: Charity to right based. Indian journal of psychiatry, 56(2), 113.
Gupta, K. K., Gupta, V. K., & Shirasaka, T. (2016). An Update on Fetal Alcohol Syndrome—Pathogenesis, Risks, and Treatment. Alcoholism: Clinical and Experimental Research, 40(8), 1594–1602. https://doi.org/10.1111/acer.13135
Hunter, J., Rivero-Arias, O., Kim, E., Fotheringham, I., & Leal, J. (2014). Epidemiology of fragile X syndrome: a systematic review and meta-analysis. Am J Med Genet A. https://www.cdc.gov/ncbddd/fxs/facts.html
Imaduddin, M. H., Febriyana, N., Setiawati, Y., & Irwanto, I. (2020). Risk Factor Mild Mental Retardation in Extraordinary School at Surabaya. Jurnal Psikiatri Surabaya, 9(2), 34. https://doi.org/10.20473/jps.v9i2.20039
Lee, K., Cascella, M., & Marwaha, R. (2022). Intellectual Disability. The Cambridge Handbook of Intelligence, 241–257. https://doi.org/10.1017/9781108770422.012
Mann, J. R., Pan, C., Rao, G. A., McDermott, S., & Hardin, J. W. (2013). Children Born to Diabetic Mothers May be More Likely to Have Intellectual Disability. Maternal and Child Health Journal, 17. https://sci-hub.ru/https://doi.org/10.1007/s10995-012-1072-1
Murphy, C. C., Boyle, C., Schendel, D., Decoufle, P., & Allsopp, M. Y. (1998). Epidemiology of mental retardation in children †. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews, 6–13. https://doi.org/10.1111/J.1399-0004.1983.TB01978.X
Ohwovoriole, T. (2022, March 18). Intellectual Disability: Definition, Symptoms, Traits, Causes, Treatment. https://www.verywellmind.com/intellectual-disability-definition-symptoms-traits-causes-treatment-5220629#toc-treatment-for-an-intellectual-disability
Psychology Today. (2022). Intellectual Disability (Intellectual Developmental Disorder). https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/intellectual-disability-intellectual-developmental-disorder
Vissers, L. E. L. M., Gilissen, C., & Veltman, J. A. (2016). Genetic studies in intellectual disability and related disorders. Nature Reviews Genetics, 17(1), 9–18. https://doi.org/10.1038/nrg3999
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog