
“Aku dan suami sudah sepakat,” kata temanku sambil menimang bayinya yang baru lahir minggu lalu, “anak kami tidak akan kami vaksin.”
“Hah? Kenapa?” tanyaku heran. “Tidak divaksin di tengah dunia yang penuh virus ini?”
“Untuk mencegah autisme,” katanya dengan penuh keyakinan. “Belum tahu ya? Vaksin kan bisa bikin anak jadi autis.”
Apa Itu Autisme?
What is autism? Ada banyak informasi yang beredar terkait autisme. Sebagian dari informasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan, sebagian lagi hanya berdasarkan asumsi tanpa disertai bukti ilmiah. Selain itu, orang-orang menggunakan kata ‘autis’ atau ‘autisme’ tanpa benar-benar memahaminya.
Autism spectrum disorders (ASD), atau yang lebih dikenal dengan istilah autisme, adalah gangguan perkembangan saraf yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, tingkah laku, dan komunikasi. Individu atau anak yang mengalami gangguan ini biasa disebut anak autis.
Apa Saja Gejala Autisme?
Ada 2 kriteria utama seseorang bisa didiagnosis ASD. Kriteria tersebut muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku.
Interaksi Dan Komunikasi Sosial
Kriteria pertama adalah individu mengalami kesulitan atau permasalahan dalam interaksi dan komunikasi sosial. Misalnya, ekspresi emosi yang ia tunjukkan kurang sesuai dengan konteks pembicaraan, tidak ada kontak mata, atau kesulitan untuk membina hubungan pertemanan.
Tingkah Laku Berulang
Kriteria kedua ditunjukkan dengan tingkah laku, ketertarikan, atau aktivitas yang cenderung terbatas atau dilakukan berulang-ulang. Contohnya adalah mengulangi kata-kata yang sama, tidak suka perubahan atas rutinitas, atau memberikan fokus yang sangat intens pada sesuatu. Mereka juga bisa menunjukkan reaksi berlebihan atau sama sekali mengabaikan sensasi indera mereka. Contohnya, mereka seolah tidak merasakan panas atau dingin.
Dimulai Sejak Dini Dan Menimbulkan Hambatan Sehari-hari
Kedua kriteria tersebut muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku yang berbeda-beda dan dimulai sejak usia dini. Selain itu, gejala-gejala tersebut menghambat berbagai fungsi pada individu. Seperti menghambat proses belajar, pertemanan, atau pada orang dewasa, menghambat pelaksanaan pekerjaan.
Tingkat Keparahan Berbeda-beda
Selain gejala yang bervariasi, perbedaan pada autisme juga terletak pada tingkat keparahannya. Ada tiga level keparahan pada autisme yang ditandai dengan kebutuhan akan dukungan atau bantuan. Semakin besar kebutuhan mereka akan pertolongan orang lain, semakin tinggi level keparahannya.
Apa Penyebab Autisme?
Faktor penyebab autisme sangat kompleks. Para ahli menemukan bahwa autisme berakar dari kelainan otak yang sifatnya permanen. Selain itu, faktor genetika dan lingkungan juga disebutkan dalam berbagai penelitian sebagai faktor penyebab autisme.
Genetika
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 15% kasus ASD diketahui berkaitan dengan mutasi genetika. Seperti sifat lain yang ada pada gen, autisme juga dapat diturunkan. Potensi risiko ASD diturunkan dari orang tua sebesar 74-93%. Suatu penelitian juga menunjukkan bahwa 7-20% anak yang didiagnosis ASD memiliki saudara yang sudah lebih dahulu didiagnosis mengalami autisme.
Kerusakan Otak
Selain itu, peneliti menemukan bahwa autisme diakibatkan oleh kerusakan pada cingulate gyrus (CG). Ini adalah bagian otak yang memungkinkan seseorang mengakses frontal lobe kiri dan kanan dengan cepat. Kerusakan pada CG mengakibatkan otak yang aktif dipakai adalah frontal lobe kiri, bagian otak dengan fungsi intelektual, analisis, dan penyelesaian masalah. Sementara frontal lobe kanan, yang memiliki fungsi spontanitas, tingkah laku sosial, dan kemampuan nonverbal, tidak bisa diakses.
Faktor Risiko
Selain penyebab yang kompleks, autisme juga memiliki berbagai macam faktor risiko. Faktor risiko pada autisme adalah sesuatu yang kehadirannya memperbesar kemungkinan terjadinya autisme. Berikut ini adalah faktor dari lingkungan yang dapat meningkatkan risiko atau kemungkinan anak mengalami autisme:
- Ibu berusia 40 tahun atau lebih saat melahirkan
- Ayah berusia 50 tahun atau lebih saat pembuahan
- Jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun
- Faktor tidak spesifik pada ibu saat hamil, seperti kondisi metabolisme, kenaikan berat badan, atau tekanan darah tinggi
- Faktor lebih spesifik, seperti misalnya ibu mengalami infeksi bakteri atau virus, atau adanya sejarah penyakit autoimmune dalam keluarga
Penyebab atau Faktor Risiko?
Ada berbagai kondisi lain yang berkaitan dengan autisme. Sayangnya, belum dapat dipastikan apakah faktor tersebut meningkatkan risiko autisme, atau merupakan penyebab autisme. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
- Bayi lahir kurang dari 32 minggu masa kehamilan
- Bayi lahir dengan berat kurang dari 1500 gram
- Bayi lahir terlalu kecil jika dibandingkan dengan usia kehamilan
- Bayi lahir terlalu besar jika dibandingkan dengan usia kehamilan
- Kurangnya hormon pertumbuhan pada bayi yang baru lahir
Gara Gara Vaksin atau Pola Asuh?
Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme. Selain itu, autisme juga bukan gangguan yang diakibatkan oleh pola asuh, walaupun berbagai aspek dalam keluarga dapat memperkuat tingkah laku autis.
Apakah Autisme Bisa Dicegah?
Karena penyebab autisme sangat kompleks dan sulit untuk diprediksi sebelum bayi lahir, maka belum ada yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Walau demikian, orang tua bisa mengurangi faktor risiko yang ada. Jadi, tindakan pencegahan terhadap autisme adalah dengan mengurangi faktor risikonya.
Tindakan pencegahan terhadap autisme adalah dengan mengurangi faktor risikonya
Upaya Untuk Mengurangi Faktor Risiko
Berikut adalah berbagai hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko terjadinya autisme sebelum anak lahir:
- Calon orang tua menerapkan pola hidup sehat sejak dini
- Calon orang tua mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang
- Calon ibu mengkonsumsi folic acid sebagai persiapan sebelum kehamilan
- Ibu rutin melakukan pemeriksaan selama masa kehamilan
- Ibu menghindari stres berlebihan dan masalah psikologis lainnya
- Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama 1 tahun untuk meningkatkan hormon pertumbuhan pada anak
- Hindari terpapar berbagai zat berbahaya atau polusi
- Jika memungkinkan, beri jarak setidaknya 2 tahun antar kehamilan
Apakah Autisme Bisa Disembuhkan?
Berbagai pertanyaan seperti “apakah anak autis bisa sembuh?” atau “apakah anak autis bisa kembali normal?” menjadi fokus orang tua dari anak autis. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan sembuh dan normal.
Arti Kata ‘Sembuh’ Dan ‘Normal’
Kata ‘sembuh’ diartikan sebagai menjadi sehat kembali atau pulih dari suatu penyakit. Sedangkan ‘normal’ artinya menurut pola yang umum atau bebas dari gangguan jiwa.
Sembuh Bagi Individu Dengan Autisme
Karena kelainan yang mengakibatkan autisme belum bisa dihilangkan sampai saat ini, maka autisme itu sendiri tidak bisa dihilangkan. Dengan kata lain, autisme tidak dapat disembuhkan.
Walaupun tidak dapat disembuhkan, anak yang mengalami autisme dapat dilatih untuk menjalankan fungsi sehari-hari dengan relatif normal di masa depan, terutama di masa dewasa. Relatif normal artinya mendekati normal namun tidak benar-benar sama dengan orang lain pada umumnya.
Walaupun tidak dapat disembuhkan, anak yang mengalami autisme dapat dilatih untuk menjalankan fungsi sehari-hari dengan relatif normal di masa depan, terutama di masa dewasa.
Perkembangan Yang Diupayakan
Agar anak autis dapat menjalankan fungsi sehari-hari, ada berbagai aspek yang harus dilatih secara khusus. Pada anak normal, aspek-aspek tersebut berkembang secara alami. Berbagai perkembangan yang diharapkan antara lain adalah:
- perkembangan kemampuan komunikasi. Seperti bertambahnya jumlah kata yang dikuasai, tata bahasa, pemakaian ekspresi dan gerak tubuh yang lebih sesuai dengan konteks percakapan.
- perkembangan sosial. Seperti peningkatan tingkah laku sosial dengan teman sebaya, ekspresi emosi, atau kelekatan dengan orang lain.
- perkembangan kemampuan berpikir. Ini terutama untuk anak ASD yang disertai juga dengan masalah intelektual, seperti IQ yang rendah.
- perkembangan sensoris dan motorik. Terutama pada anak yang mengalami hipersensitivitas dan insensitivitas.
- munculnya tingkah laku yang adaptif. Yaitu tingkah laku yang menunjukkan tanggung jawab sosial dan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
- berkurangnya tingkah laku bermasalah. Misalnya seperti tantrum, tingkah laku merusak, atau tingkah laku agresif.
Apa Saja Penanganan untuk Autisme?
Penanganan untuk autisme berbeda-beda dan unik untuk setiap anak, tergantung tingkah laku yang ditunjukkan dan tingkat keparahannya. Selain itu, berbagai negara memiliki peraturan yang berbeda terkait pendidikan untuk anak autis.
Pendekatan Psikologis
Berbagai terapi psikologis lebih diarahkan untuk membuat anak autis menunjukkan tingkah laku yang dapat diterima secara sosial. Termasuk di dalamnya adalah ekspresi emosi atau hubungan dengan orang tua. Terapi tersebut antara lain adalah:
- Parent Training. Asumsi dasar pelatihan ini adalah bahwa tingkah laku anak dipelajari dan diperkuat dalam lingkungan keluarga, sehingga orang tua dapat diajarkan untuk merubah berbagai aspek di keluarga dan mengarahkan anak kepada tingkah laku yang lebih sesuai harapan.
- Applied Behavioral Analysis. Ini diterapkan untuk menghilangkan tingkah laku yang tidak diharapkan dan menggantinya dengan tingkah laku yang diharapkan.
- Cognitive-Behavioral Therapy (CBT). Ini lebih banyak diberikan untuk anak autis yang dapat melaksanakan fungsi sehari-hari, seperti belajar atau bermain, namun mengalami kecemasan yang tinggi.
Penggunaan Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan dalam menangani autisme bukan diberikan untuk menghilangkan autisme, tetapi untuk membantu mengurangi berbagai gejala autisme. Selain gejala utama, banyak gejala tambahan lainnya yang muncul akibat autisme. Gejala-gejala tersebut misalnya:
- tingkah laku agresif dan mudah marah
- tingkah laku berulang (repetitif)
- gejala hiperaktif, impulsif, dan rendahnya perhatian (ADHD)
- masalah tidur
- kejang-kejang

Pendidikan Untuk Anak Autis
Di Indonesia, tergantung tingkat keparahannya, anak autis bisa menimba ilmu di sekolah biasa atau di Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis. Program pendidikan di SLB Autis disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Ini disebut juga dengan Program Pendidikan Individual (PPI) atau Individual Educational Program (IEP).
Apakah Autisme Bisa Hilang Dengan Sendirinya?
Dalam lingkungan sehari-hari, orang dewasa yang mengalami autisme tidak mudah dikenali. Selain itu, ada anak-anak yang dulunya didiagnosis mengalami ASD namun kini menunjukkan tingkah laku adaptif tanpa pernah menjalani terapi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah autis bisa ‘sembuh’ tanpa diterapi.
Kesalahan Diagnosis
Ada berbagai kasus anak-anak yang didiagnosis mengalami ASD karena menunjukkan tingkah laku menyerupai ASD. Namun, kemudian diketahui bahwa masalah yang mereka miliki bukan karena ASD.
Persepsi Tentang Tingkah Laku Normal
Pada beberapa keluarga, tingkah laku anak mungkin dianggap wajar atau sesuai dengan kepribadiannya. Selain itu, minimnya pemahaman tentang gangguan ini membuat orang tua kurang waspada terhadap gejala yang ditunjukkan anak. Atau, situasi keluarga membuat orang tua tidak memperhatikan anak dengan seksama.
Tidak Mendapatkan Penanganan Dini
Bagi orang-orang yang didiagnosis mengalami ASD setelah usia dewasa, mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penanganan dini. Setelah menghadapi berbagai kesulitan sebagai orang dewasa, barulah mereka menemui tenaga profesional yang kemudian menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan.
Percayakan Pada Para Profesional
Untuk mencegah salah diagnosis, anak yang menunjukkan gejala autisme sebaiknya segera dibawa kepada tenaga profesional, seperti dokter spesialis anak, psikiater, atau psikolog anak. Diagnosis yang benar akan diikuti dengan penanganan dini yang tepat.
Rangkuman: Apa yang Bisa Dilakukan?
Autisme adalah gangguan perkembangan yang berkaitan dengan kelainan pada otak sehingga mempengaruhi kemampuan komunikasi, sosialisasi, dan tingkah laku pada anak. Faktor penyebabnya sangat kompleks dan gangguan ini belum bisa disembuhkan. Pencegahan terhadap autisme dilakukan dengan mengurangi faktor risiko yang ada.
Tergantung pada tingkat keparahannya, anak dapat dilatih untuk menjalankan fungsi sehari-hari secara mandiri. Tujuan utamanya adalah agar anak autis bisa hidup normal atau setidaknya relatif normal. Salah satu kunci utama keberhasilan pelatihan adalah prosesnya dimulai sedini mungkin. Karena itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional jika ada kecurigaan bahwa anak menunjukkan gejala autisme.
Referensi
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorder (5th ed.). Arlington, VA: Author.
Brentani, H., de Paula, C. S., Bordini, D., Rolim, D., Sato, F., Portolese, J., Pacifico M. C., & McCracken, T. T. (2013). Autism spectrum disorders: An overview on diagnosis and treatment. Revista Brasileira de Psiquiatria, 35, S62-S72.
Davidson, M. (2017) Vaccination as a cause of autism—myths and controversies. Dialogues in clinical neuroscience, 19 (4), 403-407.
Grabrucker, A. M. (2013). Environmental factors in autism. Frontiers in psychiatry, 3 (118), 1-13.
Kementerian Pendidikan Nasional. (2009). Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, No. 70 tahun 2009. Jakarta.
Lord, C., Elsabbagh, M., Baird, G., & Veenstra-Vanderweele, J. (2018). Autism spectrum disorder. The Lancet, 1-27.
National Research Council. (2001). Educating Children with Autism. National Academy Press.
Rowland, D. (2020). The neuropsychological cause of autism. Journal of neurology & neurophysiology, 11 (5), 001-004.
Warren, Z., Veenstra-VanderWeele, J., Stone, W., Bruzek, J.L., Nahmias, A. S., Foss-Feig, J. H., Jerome, R. N., Krishnaswami, S., Sathe, N. A., Glasser, A. M., Surawicz, T., & McPheeters, M. L. (2011). Therapies for children with autism spectrum disorders. AHRQ Publication.
Yo Sandy Sam. (2019, December 06). Getting an adult autism diagnosis-is it worth it? [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=SUJJ_7gMtDk&t=3s
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog