Sub Topik
Hidup Normal bagi Orang dengan Skizofrenia

Hidup normal bagi yang mengalami skizofrenia tentu menjadi tujuan utama pengobatan yang diberikan. Normal itu sendiri tidak selalu berarti bahwa individu yang mengalaminya benar-benar lepas dari gangguan ini, melainkan dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Hal ini dilakukan dengan mengontrol gejala-gejala mengganggu yang timbul. Sebagai contoh, pemberian psikoterapi membantu seseorang mengenali waham yang tidak rasional. Pendampingan terapis juga akan meningkatkan fungsi normal sehari-hari, seperti melakukan pekerjaan rumah.
Adapun terapi yang dapat diberikan antara lain adalah terapi psikososial, psikoterapi individu, terapi keluarga, dan terapi kelompok. Berbagai bentuk terapi ini juga disertai dengan obat-obatan antipsikosis. Oleh karena itu, menghubungi tim profesional adalah langkah penting untuk mendapatkan terapi dan obat-obatan yang sesuai.
Saya dan Skizofrenia, Sebuah Kisah Nyata
‘Ibumu akan melukaimu!’, ‘setiap orang membencimu!’, ‘hentikan yang sedang kamu lakukan!’, Semua ujaran-ujaran ini terdengar sangat nyata dan jelas. Lalu suara yang bertentangan muncul. ‘Jangan khawatir soal apapun juga. Semuanya akan baik-baik saja. Ketika saya memutar badan dan melihat sekitar: tampak lima orang tengah menatap saya. Mengerikan, karena hanya saya yang dapat melihat dan mendengarnya. Saya sering merasa panik dan ketakutan, terbangun tengah malam dengan perasaan berkecamuk. Sejak berusia 18 tahun, saya sudah dibayang-bayangi dengan suara, penglihatan, dan emosi yang mengganggu seperti ini. Lalu pada usia 22, saya didiagnosis mengalami Skizofrenia. Saya kemudian ditangani oleh dokter. Obat-obatan membantu saya berfungsi dengan normal. Sudah sepuluh tahun saya berjuang dengan gangguan ini. Saya, Michelle Hammer, seorang pebisnis yang menyuarakan kesehatan mental untuk membuat suatu perubahan. (disadur dari https://youtu.be/C7Jl9_59tfY).
Apa Saja Efek yang Ditimbulkan dari Skizofrenia?
Pada Skizofrenia, hal-hal yang menganggu bersumber dari pikiran, kemudian mempengaruhi aktivitas lainnya, seperti persepsi dan perilaku. Selain membuat individu merasa panik dan takut, mereka juga kehilangan kemampuan melakukan sesuatu, seperti berekspresi. Menurut para ahli, gangguan Skizofrenia akan membuat seseorang mengalami tiga gejala utama: gejala positif, gejala negatif, dan gejala kognitif.
Pada Skizofrenia, hal-hal yang menganggu bersumber dari pikiran, kemudian mempengaruhi aktivitas lainnya, seperti persepsi dan perilaku.
Gejala Positif
Gejala positif bukan berarti gejala yang baik. Sebaliknya, ada sejumlah perilaku menyimpang yang menjadi bagian dari keseharian individu dengan Skizofrenia. Yang pertama adalah halusinasi, yaitu ketika seseorang seperti melihat, mendengar, merasa atau mencium sesuatu yang sebenarnya tidak nyata. Kemudian ada yang disebut dengan delusi, yakni adanya waham atau keyakinan yang tidak logis. Contohnya, seseorang sangat meyakini dirinya sebagai seorang utusan Tuhan untuk menghentikan wabah Covid-19. Yang ketiga adalah perilaku dan perkataan yang ganjil, seperti mendeskripsikan bola sebagai sepatu, atau mengenakan jaket di musim panas. Terakhir adalah perilaku katatonik, yaitu gerakan tubuh yang kaku. Yang terjadi adalah individu enggan bergerak dan melakukan apa pun, meskipun hanya untuk membersihkan tubuhnya.
Gejala Negatif
Disebut gejala negatif, karena sejumlah perilaku normal tidak lagi dimiliki oleh orang-orang atau klien dengan gangguan skizofrenia. Contohnya adalah kehilangan motivasi terhadap berbagai aktivitas, kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, serta ketidakmampuan mengungkapkan emosi. Dampak yang terjadi tentu adalah kehilangan teman-teman dan keterpurukan dalam kesendirian. Tidak heran jika mereka sering merasa sedih yang kemudian diikuti dengan depresi. Obat antipsikotik sangat diperlukan untuk mengontrol emosi berlebih seperti ini.
Gejala Kognitif
Adapun gejala kognitif yang terjadi antara lain adalah berkurangnya kemampuan mengingat, terganggunya fungsi eksekutif otak (seperti membuat keputusan, menganalisis masalah, memahami perkataan orang lain, dan sebagainya), serta menurunnya kecepatan memproses informasi. Itu sebabnya individu dengan gangguan skizofrenia sering menghindari percakapan dengan orang lain.
Apakah Penderita Skizofrenia Berbahaya?
Orang-orang dengan gangguan skizofrenia tidaklah berbahaya. Pandangan ini hanyalah sebuah stigma yang kerap ditujukan kepada mereka. Menarik diri adalah salah satu gejala gangguan ini, sehingga kemungkinan untuk melukai orang lain sangatlah kecil. Yang justru terjadi adalah berbahaya bagi diri mereka sendiri. Suara-suara negatif sering sekali meminta mereka untuk menyakiti tubuhnya sendiri. Meskipun prasangka buruk terhadap orang lain muncul, namun mereka tidak akan menyerang. Hanya saja, dalam keadaan terancam dan tertekan, upaya untuk membela diri mereka ditunjukkan dengan berlaku kasar pada orang lain. Jadi, yang sesungguhnya terjadi adalah memuncaknya rasa takut yang irasional terhadap orang lain sehingga mereka akan berusaha melindungi diri.
Apakah Orang dengan Skizofrenia Bisa Bekerja?
Bagi yang sudah bekerja, gejala-gejala yang menjadi ciri khas gangguan skizofrenia tentu akan mempersulit mereka mencapai sasaran. Berkurangnya motivasi dan fungsi kognitif, emosi yang terganggu, dan perilaku yang tidak biasa dapat membuat mereka sendiri tidak nyaman dengan lingkungan pekerjaan dan para kolega. Namun, gejala-gejala tersebut dapat dikontrol dan tidak selalu menguasai mereka. Dengan bantuan terapis dan obat-obatan, kinerja dan produktivitas mereka akan tetap terjaga. Bekerja dengan baik dan normal tentu dapat mereka lakukan setelah mendapatkan penanganan.
Apa yang Terjadi pada Otak Penderita Skizofrenia?
Ada yang berbeda dengan morfologi otak individu dengan gangguan skizofrenia. Sejumlah teknologi pengambil gambar otak seperti MRI, PET, dan SPECT, telah mendapati adanya penurunan massa materi abu-abu (grey matter) pada lobus temporal tengah dan utama. Lobus ini berperan penting dalam memproses emosi, bahasa, dan persepsi visual. Kerusakan pada bagian ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang memahami bahasa, mengingat informasi verbal, dan juga dalam proses belajar. Pengurangan massa sinaptik juga terjadi di lobus frontal otak yang berperan dalam mengontrol fungsi kognitif, seperti menganalisis, membuat rencana, pembentukan memori, dan sebagainya. Penurunan massa abu-abu ini juga disertai dengan kegagalan perkembangan pada bagian otak yang lain.

Selain itu, produksi hormon dopamin di dalam otak penderita skizofrenia juga tidak seimbang. Kekurangan hormon ini menjadi pemicu terjadinya halusinasi dan delusi. Antipsikotik akan menghentikan kedua gejala ini untuk sementara. Karena itu, mengetahui penyebab skizofrenia secara spesifik pada tiap individu menjadi sangat penting.
Masih ada beberapa kondisi lain yang terjadi di dalam otak penderita skizofrenia yang membuatnya berbeda dengan yang normal. Contohnya adalah konektivitas antar saraf yang tidak baik, abnormalitas otak ketika masih di dalam janin, degenerasi saraf, ukuran dendrit yang mengecil, dan sebagainya. Pembahasan mendalam dapat dikaji melalui studi neurosains.
Hidup dengan Penderita Skizofrenia
Tinggal bersama orang-orang dengan gangguan skizofrenia tentu membutuhkan kesabaran dan pengorbanan. Jika mereka adalah orang terdekat, seperti anggota keluarga, maka hal yang sangat penting dilakukan adalah mendampingi mereka dalam proses pemulihan. Membawa ke terapis atau dokter, mengingatkan untuk mengkonsumsi obat, merencanakan perjalanan yang menyenangkan, mendengarkan keluhan dan membicarakan isi pikiran mereka, adalah beberapa hal yang dapat dilakukan di rumah. Bahkan berolahraga bersama dapat meningkatkan kadar dopamin di dalam otak, yang membantu mereka mengendalikan emosi negatif.
Kesalahpahaman dan Kecurigaan
Disalahpahami, dicurigai, dan dihindari adalah sesuatu yang wajar sebagai akibat dari persepsi yang salah dan irasional. Jika hal ini terjadi, maka kita harus menunjukkan kepedulian serta menolong mereka kembali ke dunia nyata. Seperti yang telah disebutkan di atas, mereka tidak berbahaya. Mereka hanya sedang berjuang untuk mengendalikan dan menyelamatkan diri.
Arti Penting Pengetahuan akan Skizofrenia
Pengetahuan yang cukup juga sangat diperlukan. Mengenali gejala yang sering muncul, intensitas terjadinya, serta dampak yang ditimbulkan harus dipahami dengan baik. Ini agar kita dapat bersikap dengan tenang ketika mereka kehilangan kontrol. Jadi, kita pun tidak perlu menjadi panik atau takut. Selain itu, jenis obat yang mereka konsumsi dan terapi yang diikuti sebaiknya dipelajari dengan baik. Dengan demikian, kita dapat mengikuti perkembangan pemulihan yang terjadi. Jika diperlukan, jenis terapi dan obat dapat diganti dan disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk membuat keputusan ini, orang dengan gangguan skizofrenia membutuhkan orang lain yang benar-benar mendukung kesembuhan mereka.
Skizofrenia Harus Ditangani oleh Profesional
Skizofrenia adalah gangguan mental serius yang mempengaruhi berbagai fungsi dan aspek hidup seseorang. Jika ada yang terpikir untuk menangani gangguan skizofrenia sendiri, atau berharap gangguan ini hilang begitu saja, maka kecil kemungkinan kesembuhan itu terjadi. Skizofrenia berada dalam daftar 10 gangguan mental yang cukup memprihatinkan oleh WHO. Banyak yang pada akhirnya memilih untuk bunuh diri karena tidak sanggup melawan gejolak emosi dan pikiran yang kacau yang terjadi setiap harinya. Menjalani hidup normal itu mungkin terjadi, namun, sekali lagi, hanya jika melalui penanganan profesional saja.
Menjalani hidup normal itu mungkin terjadi, namun, sekali lagi, hanya jika melalui penanganan profesional saja.
Referensi
DeLisi, L. E., Szulc, K. U., Bertisch, H. C., Majcher, M., & Brown, K. (2022). Understanding structural brain changes in schizophrenia. Dialogues in clinical neuroscience.
Granholm, E., Holden, J. L., Mikhael, T., Link, P. C., Swendsen, J., Depp, C., … & Harvey, P. D. (2020). What do people with schizophrenia do all day? Ecological momentary assessment of real-world functioning in schizophrenia. Schizophrenia bulletin, 46(2), 242-251.
Iritani, S. (2013). What happens in the brain of schizophrenia patients?: an investigation from the viewpoint of neuropathology. Nagoya journal of medical science, 75(1-2), 11.
McCutcheon, R. A., Marques, T. R., & Howes, O. D. (2020). Schizophrenia—an overview. JAMA psychiatry, 77(2), 201-210.
NIH. (nd) Schizophrenia. Diunduh dari https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia pada 25 Juli 2022.
Pandey, G. N., Rizavi, H. S., Zhang, H., & Ren, X. (2018). Abnormal gene and protein expression of inflammatory cytokines in the postmortem brain of schizophrenia patients. Schizophrenia research, 192, 247-254.
Vita, A., & Barlati, S. (2018). Recovery from schizophrenia: is it possible?. Current opinion in psychiatry, 31(3), 246-255.
WHO. (2022). Schizophrenia. Diunduh dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/schizophrenia pada 25 Juli 2022.
Williamson, P. (2006). Mind, brain, and schizophrenia. Oxford University Press.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog