Mereka dengan Gangguan Perilaku, Dapatkah Sembuh?

Gangguan perilaku (conduct disorder), jika ditangani dengan cepat dan tepat dapat disembuhkan. Layaknya masalah mental yang lain, gangguan ini perlu diamati untuk ditindaklanjuti sedini mungkin. Penanganan yang diberikan juga haruslah disesuaikan dengan kebutuhan dan penyebab yang sebenarnya.
Namun, perlu diketahui bahwa jenis gangguan ini dapat bersifat menetap. Dengan kata lain, seseorang dapat mengalaminya sepanjang hidupnya dan membutuhkan pendampingan sepanjang hidupnya pula. Hal ini dapat terjadi karena pendeteksian dini dan pengetahuan mengenai gangguan ini masih minim.
Akibatnya, penanganan menjadi terlambat dan gangguan menjadi sulit untuk disembuhkan. Tidak sedikit yang mengalami gangguan ini pada akhirnya mendekam di penjara dan dicap sebagai ‘pelaku kriminal’, sementara yang mereka alami sesungguhnya adalah gangguan perilaku yang memprihatinkan. Ini adalah dampak dari sedikitnya informasi yang diketahui.
Selain itu, ada juga faktor biologis dan neurologis yang berpotensi mempersulit penanganan gangguan perilaku. Kerusakan permanen pada Amygdala misalnya, yaitu bagian otak yang salah satu fungsinya adalah mengontrol emosi, dapat membuat seseorang hilang kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain, akan ditemukan orang-orang dengan gangguan perilaku yang tidak dapat disembuhkan. Namun, tentu saja perilaku yang tidak diinginkan dapat dikontrol dengan berbagai macam terapi.
Gangguan perilaku (conduct disorder), jika ditangani dengan cepat dan tepat dapat disembuhkan
Mengenali Perilaku Anak
Tentu penting untuk memiliki informasi mengenai gangguan perilaku. Tanda-tanda gangguan ini kerap ditemui pada anak-anak sebelum usia 10 tahun, meskipun ada juga yang menunjukkan gejalanya pada usia remaja. Cerita berikut memberikan gambaran tentang gangguan perilaku secara khusus pada anak.
‘Hari ini, Benny lagi-lagi pulang dengan memar di wajahnya. Anak saya yang tampan, masih berusia 9 tahun, namun sudah sering terlibat tawuran anak sekolah. Membuat onar, mengganggu teman-temannya yang lain, merampas buku atau apapun, sudah hampir selalu menjadi alasan untuk menjemputnya pulang dari ruang Bimbingan Konseling. Tiba di rumah, barang di ruang manapun akan menjadi korban tangannya yang tergolong kuat untuk anak seumurannya.
Di rumah, ia selalu marah, suka melawan jika dinasehati, kasar pada adik-adiknya, dan tega menyiksa anak kucing di rumah. Sudah beberapa kali ia mencekiknya lalu membiarkannya begitu saja. Kalau tidak ketahuan, kucing itu bisa-bisa sudah mati di tangannya. Dia bukan bayiku yang dulu menggemaskan. Sama sekali berbeda. Sudah hampir setahun ini saya mengamatinya, dan semakin hari kelakuannya semakin menjadi-jadi. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apakah saya benar-benar pernah melahirkannya?’ Tangis ibu Caroline kepada seorang psikolog anak yang ia temui. Putus asa, lelah dan kebingungan, sang ibu pada akhirnya mencari pertolongan.
Sementara itu, ada Sion yang juga dikenal nakal di sekolah. Ia berumur 10 tahun, dan orang tuanya beberapa kali harus berhadapan dengan guru BP. Ketika hendak mengamati gejala gangguan oleh seorang psikolog anak, ibunya menjelaskan:
‘Sion memang anak yang kurang penurut. Ia cukup antusias terhadap banyak hal sehingga sering sekali mengabaikan orang dewasa yang mencoba menghentikan gerakannya. Ia akan meninggalkan ruang kelas jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya entah dimana. Namun ia mengerti jika kelakuannya tidak baik. Ia akan meminta maaf dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Kenakalan di sekolah pada umumnya adalah bolos karena ingin mengamati sesuatu yang menarik baginya. Di rumah, tidak jauh berbeda. Ia mudah bosan dengan sesuatu dan akan mencari hal baru. Ia juga tidak kasar pada adik perempuannya. Hanya saja, ia tidak suka terlalu dikontrol’.
Keletihan yang dialami Ibu Caroline bisa dimengerti. Sudah tentu Benny menunjukkan gejala-gejala gangguan perilaku yang harus ditangani. Sementara Sion, meskipun memerlukan perhatian dari profesional, belum dapat dikategorikan sebagai gangguan perilaku. Anak-anak pada umumnya akan melakukan berbagai kesalahan, menolak untuk diatur, masih cenderung mementingkan diri sendiri, dan belum mampu melihat kepentingan orang lain. Namun jika semua ini sudah melampaui batas kewajaran, orang tua atau pengasuh haruslah membawa anak tersebut untuk mendapatkan penanganan profesional.
Gangguan Perilaku pada Anak
Lalu, apa sajakah yang menjadi tanda jika seorang anak harus ditangani dengan segera dan serius? Sejumlah panduan yang bisa diamati adalah sebagai berikut, yaitu jika anak:
- suka terlibat perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan
- kejam terhadap hewan dan sesama
- suka merusak barang milik orang
- mau membakar
- suka mencuri
- berbohong berulang-ulang
- bolos sekolah atau lari dari rumah
- sering meluapkan kemarahan yang tidak biasa
- menyulut perkelahian (provokatif)
- suka menentang atau melawan
Perilaku di atas sudah tidak lagi disebut wajar melainkan berbahaya. Jika anak menunjukkan setidaknya satu dari gejala di atas dalam waktu 6 bulan atau lebih, atau setidaknya 3 dalam waktu setahun, maka anak tersebut sudah mengalami gangguan. Orang tua tidak dapat mengabaikannya begitu saja atau memberi hukuman tanpa pendampingan khusus.
Daftar di atas jugalah yang dimaksud dengan gangguan perilaku pada anak. Dengan kata lain, anak menunjukkan perilaku yang sudah mengganggu orang lain yang tidak seperti biasanya. Anak juga menunjukkan tanda-tanda depresif, seperti merasa cemas dan ingin menyendiri. Namun, sekali lagi, perlu dilakukan assessment (penilaian) klinis yang tepat sebelum menegakkan diagnosis.
Bagaimana Cara Mengatasi Gangguan Perilaku pada Anak?
Ibu Caroline sudah melakukan hal yang tepat, yaitu mencari pertolongan dari ahli. Benny sebaiknya diberikan perlakuan khusus sebelum gejala-gejala tersebut menjadi menetap dan sulit ditangani. Perlakuan yang dapat diberikan adalah terapi dan obat-obatan. Adapun beberapa terapi yang dapat menolong antara lain:
- Terapi Perilaku
Terapi ini lebih menekankan pada pengendalian perilaku yang ingin diubah atau dipertahankan. Memberi hukuman sebaiknya dihindari. Sebaliknya, anak dengan gangguan ini lebih cenderung mempertahankan kelakuan baik setelah diberi penghargaan (reward) dibanding hukuman.
- Terapi Kognitif
Seperti namanya, maka fokus dari terapi ini adalah membentuk pola pikir yang positif. Untuk kasus gangguan perilaku, maka sejumlah aktivitas dirancang agar anak cenderung memikirkan perbuatan baik. Hal ini kemudian akan diikuti dengan perilaku prososial, atau baik.

- Terapi Keluarga Fungsional
Keluarga adalah tempat terdekat anak untuk bertumbuh. Jika keluarga tidak memahami cara memperlakukan anak dengan gangguan perilaku, maka besar kemungkinan anak semakin tidak terkendalikan. Terapi ini akan mengajarkan sejumlah keterampilan (skills) untuk menyelesaikan masalah keluarga, mempererat kedekatan emosi, dan meningkatkan pengasuhan orang tua.
- Terapi Interpersonal
Interaksi dan dukungan sosial sangat diperlukan oleh anak dengan gangguan ini. Perilaku yang tidak diinginkan membuat mereka cenderung dijauhi. Sementara itu, merasa ditolak dan dibenci dapat membuat mereka merasa rendah diri, cemas dan depresi. Pada akhirnya mereka akan menghindari lingkungan sosial yang justeru dapat memperparah keadaan. Oleh karena itu, percakapan yang penuh penerimaan dari orang-orang sekitar dapat mengurangi kecemasan. Anak juga akan merasa diberi kesempatan untuk berperilaku yang baik.
Bagaimana Pencegahan Gangguan Perilaku pada Anak?
Pencegahan Psikofarmakologis
Ada juga pencegahan yang menggunakan obat-obatan, namun ini harus sesuai dengan petunjuk dokter. Pencegahan ini biasanya diberikan pada anak dengan tingkat gangguan yang parah, seperti pada anak yang sekaligus memiliki masalah ADHD (attention deficit hyperactivity disorder).
Pencegahan dari Rumah
Rumah seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi anak untuk memperbaiki perilaku menyimpang yang dialaminya. Kesabaran penuh diperlukan, namun juga harus disertai dengan strategi tertentu. Salah satu faktor resiko terjadinya gangguan ini pun adalah keadaan di rumah. Jika anak sering diabaikan, tidak mendapat kasih sayang dan perhatian yang cukup, serta disiplin yang sewajarnya, maka besar kemungkinan ia akan mengembangkan suatu gangguan. Apalagi jika anak tersebut mewarisi gen ADHD misalnya, maka berada di rumah yang tidak kondusif akan memperparah kondisi anak.
Pencegahan dengan Pola Makan
Selain itu, pola makan juga perlu diperhatikan. Penelitian telah menemukan bahwa suplemen yang mengandung omega 3 dapat mengurangi agresivitas dan perilaku antisosial. Konsumsi sayur dan buah-buahan juga harus diprioritaskan. Jenis makanan ini telah terbukti dapat memperbaiki sistem di dalam tubuh yang berpengaruh pada kesehatan otak manusia. Otak yang sehat akan menghasilkan pemikiran yang sehat pula.
Pencegahan dari Kaum Ibu
Satu hal penting lainnya adalah kesadaran secara khusus oleh kaum ibu untuk menjalankan pola hidup sehat terutama ketika sedang hamil. Gangguan perilaku dapat juga diakibatkan oleh perilaku tidak sehat dari ibu, seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan, kurang makanan bergizi, kurang tidur dan stress. Hal ini sangat penting disadari agar anak di dalam janin tidak lahir dengan sejumlah masalah kesehatan fisik dan mental, seperti gangguan perilaku ini.
Kesimpulan: Apakah Gangguan Perilaku Bisa Disembuhkan?
Kesembuhan anak dengan gangguan perilaku akan ditentukan oleh penanganan dini yang tepat. Para dokter dan profesional sebaiknya segera dilibatkan karena merekalah yang paham bentuk terapi yang seharusnya diberikan. Berkonsultasi dengan mereka juga akan sangat menolong, tidak hanya untuk menangani anak, namun juga mengurangi beban psikologis orang tua.
Kesembuhan anak dengan gangguan perilaku akan ditentukan oleh penanganan dini yang tepat
Yang terakhir dan yang terpenting adalah kehadiran anggota keluarga di dalam rumah untuk memberi dukungan moral. Keluarga akan selalu ada bersama dengan anak tersebut, namun tidak dengan obat-obatan atau para profesional. Mengetahui cara penanganan anak di dalam rumah menjadi mutlak perlu. Semua upaya ini patut dan bernilai untuk dilakukan. Tentu saja, karena gangguan perilaku ini masih dapat disembuhkan.
Referensi
Bakker, M. J., Greven, C. U., Buitelaar, J. K., & Glennon, J. C. (2017). Practitioner Review: Psychological treatments for children and adolescents with conduct disorder problems–a systematic review and meta‐analysis. Journal of child psychology and psychiatry, 58(1), 4-18.
Fairchild, G., Hawes, D. J., Frick, P. J., Copeland, W. E., Odgers, C. L., Franke, B., … & De Brito, S. A. (2019). Conduct disorder. Nature Reviews Disease Primers, 5(1), 1-25.
Frick, P. J. (2016). Current research on conduct disorder in children and adolescents: state of the science. South African Journal of Psychology, 46(2), 160-174.
Frick, P. J., & Kemp, E. C. (2021). Conduct disorders and empathy development. Annual Review of Clinical Psychology, 17(1), 391-416.
Frick, P. J., & Matlasz, T. M. (2018). Disruptive, impulse-control, and conduct disorders. In Developmental pathways to disruptive, impulse-control and conduct disorders (pp. 3-20). Academic Press.
Junewicz, A., & Billick, S. B. (2020). Conduct disorder: biology and developmental trajectories. Psychiatric Quarterly, 91(1), 77-90.
Kyranides, M. N., Fanti, K. A., Katsimicha, E., & Georgiou, G. (2018). Preventing conduct disorder and callous unemotional traits: preliminary results of a school based pilot training program. Journal of abnormal child psychology, 46(2), 291-303.
McDonald, R. J., Signal, T., & Canoy, D. (2021). Family Therapy for Conduct Disorder: Parent/Caregiver Perspectives on Active Ingredients. Australian and New Zealand Journal of Family Therapy, 42(2), 160-173.
Vanzin, L., & Mauri, V. (2019). Understanding Conduct Disorder and Oppositional-Defiant Disorder: A guide to symptoms, management and treatment. Routledge.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog