Sub Topik
Kenapa Lapar Tapi Malas Makan?

Tidak adanya keinginan untuk makan meski perut terasa lapar merupakan hal yang kadang terjadi. Berkurangnya selera makan ini dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya adalah kondisi emosional seseorang (Macht, 2008). Ketika merasa tertekan dan mengalami gejolak emosi negatif yang intens, beberapa orang memang mengalami berkurangnya selera makan.
Definisi Gangguan Makan
Apabila emosi negatif yang muncul disertai dengan perubahan perilaku makan dan pemikiran buruk terkait tubuh, maka perlu diwaspadai sebagai gejala gangguan makan (Keel, 2012). Berdasarkan The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (American Psychiatric Association, 2013), gangguan makan didefinisikan sebagai serangkaian perilaku makan yang dipengaruhi oleh gangguan psikologis disertai perubahan berat badan yang dapat memengaruhi kesehatan fisik dan fungsi psikososial seseorang.
Remaja Rentan Mengalami Gangguan Makan
Remaja rentan mengalami gangguan makan, terutama remaja perempuan. Penyebab utama remaja perempuan rentan mengalami gangguan makan adalah adanya kecemasan berlebih dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh. Hal ini dibuktikan oleh penelitian dari Kurniawan, Briawan, & Caraka (2015), yang melapor bahwa remaja perempuan yang memiliki kecemasan menjadi gemuk berisiko mengalami gangguan makan.
Apa Itu Anoreksia Pada Anak?
Salah satu bentuk gangguan makan yang rentan dialami adalah Anorexia Nervosa. Mengacu pada The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (American Psychiatric Association, 2013), anoreksia didefinisikan sebagai gangguan makan yang menyebabkan penderitanya membatasi asupan makanan sehingga berat badannya menjadi sangat rendah. Akibatnya, penderita mengalami malnutrisi berat yang dapat meningkatkan risiko kematian.
Anak Perempuan Usia 10-15 Tahun Rentan Mengidap Anoreksia
Anoreksia rentan dialami oleh anak perempuan berusia 10-15 tahun dan paling banyak ditemukan pada usia 15 tahun. Gejala anoreksia pada remaja seringkali tidak terlihat dan tidak terdeteksi oleh orang tua.
Gejala Awal Anoreksia pada Anak
Meskipun gejala anoreksia seringkali tidak terlihat atau bahkan tidak terdeteksi oleh orang tua, terdapat beberapa gejala awal yang dapat menjadi indikasi adanya anoreksia pada anak, yaitu:
- Anak menolak untuk makan dan sering melakukan diet supaya menjadi kurus
- Anak melakukan latihan fisik secara berlebih dengan tujuan menjadi kurus
- Anak menganggap bahwa dirinya gemuk meski tubuhnya sudah kurus dan kelaparan parah
- Bagian tubuh tertentu, seperti paha dan pinggang, menjadi fokus utama
- Meskipun berat badan mereka tidak ideal, mereka tetap percaya diri
- Memiliki obsesi berlebih terhadap makanan, bahkan perilaku makan yang kaku
- Memiliki ketakutan berlebih terhadap penambahan berat badan
Jika Anda mendapati gejala tersebut pada anak atau orang terdekat Anda, maka Anda dapat menemui dokter atau tenaga profesional lainnya untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat. Diagnosis akurat berperan besar dalam menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi anoreksia. Selain itu, sumber penyebab dan akibat anoreksia bisa beragam sehingga penanganan harus disesuaikan dengan tiap-tiap individu.
Apakah Anoreksia Bisa Menurunkan Berat Badan?
Anoreksia nervosa yang menyerang anak dapat berdampak bagi kesehatan fisik. Salah satu dampak utama yang ditimbulkan yaitu anoreksia bisa menurunkan berat badan. Hal ini disebabkan adanya persepsi salah mengenai tubuh sehingga mereka membatasi asupan makanan secara ketat yang mengakibatkan penurunan berat badan secara ekstrem (Zipfel et al., 2015).
Apakah Anorexia Menghambat Pertumbuhan Anak?
Selain penurunan berat badan, remaja pengidap anoreksia memiliki risiko untuk mengalami keterlambatan pertumbuhan, terutama pertumbuhan tinggi. Pada penderita anoreksia, hormon pertumbuhan (growth hormone) menjadi resisten karena berfungsi untuk menyediakan energi (sebagai glukosa) saat tubuh kekurangan nutrisi. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan resistensi hormon pertumbuhan adalah terhambatnya pertumbuhan tinggi. Ini dibuktikan dalam penelitian Modan et al. (2003) yang menunjukkan bahwa remaja penderita anoreksia lebih pendek dibandingkan teman sebayanya yang tidak mengalami anoreksia.
Selain penurunan berat badan, remaja pengidap anoreksia memiliki risiko untuk mengalami keterlambatan pertumbuhan, terutama pertumbuhan tinggi.
Apa yang Terjadi Jika Anoreksia pada Remaja Terjadi dalam Jangka Waktu yang Lama?
Dalam jangka panjang, anoreksia berdampak pada hubungan sosial dan kesehatan individu. Tidak hanya penurunan berat badan dan terhambatnya pertumbuhan tinggi, anoreksia juga dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan fisik yang serius. Masalah-masalah kesehatan yang dapat menimpa penderita anoreksia dalam jangka waktu yang lama, yaitu:
Penyakit Ginjal
Efek jangka panjang dari anoreksia adalah penyakit ginjal. Anoreksia dapat menyebabkan penderitanya mengalami gangguan elektrolit (misalnya, hipokalemia), nefrolitiasis, bahkan perubahan penyerapan air pada ginjal. Hipokalemia (kekurangan asupan kalium) merupakan salah satu konsekuensi yang paling banyak ditemukan pada pasien anoreksia yang sering muntah atau menyalahgunakan obat pencahar (Stheneur, Bergeron, & Lapeyraque, 2014).
Hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak 15%-20% penderita anoreksia mengalami hipokalemia neuropati. Hipokalemia pada penderita anoreksia berpotensi dalam mengembangkan gagal ginjal akut dan kronis.

Terlambatnya Menstruasi Pertama
Anoreksia menyebabkan remaja perempuan mengalami keterlambatan menstruasi. Sebanyak 35% remaja perempuan yang mengidap anoreksia mengalami menarche (menstruasi pertama) dua tahun lebih lambat dibandingkan remaja yang tidak mengidap anoreksia. Keterlambatan ini juga dipengaruhi saat remaja perempuan memiliki gejala pertama anoreksia sebelum pubertas.
Osteoporosis
Gangguan struktur tulang dan penurunan kekuatan tulang umum ditemukan pada penderita anoreksia. Penelitian dari Faje et al. (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 85% wanita dengan diagnosis anoreksia nervosa mengalami osteoporosis atau osteopenia. Remaja penderita anoreksia memiliki kepadatan mineral tulang yang lebih rendah sehingga 60% lebih berisiko untuk mengalami patah tulang.
Kematian
Anoreksia meningkatkan risiko kematian enam kali lebih besar serta memiliki angka kematian lebih tinggi daripada gangguan makan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 5 dari 1000 orang yang mengalami kematian akibat anoreksia setiap tahunnya (Arcelus et al., 2011) Penderita anoreksia berada pada risiko kematian yang tinggi dan dapat diprediksi melalui tingkat keparahan penyakit saat dirawat di rumah sakit.
Dampak Anoreksia pada Pertumbuhan Anak dan Remaja
Anoreksia merupakan salah satu bentuk gangguan makan yang banyak diidap oleh remaja, terutama remaja putri. Gangguan ini dapat menghambat pertumbuhan anak dan mengakibatkan berbagai masalah kesehatan. Dalam jangka panjang, anoreksia bisa menyebabkan penyakit ginjal, keterlambatan menstruasi pertama pada remaja perempuan, osteoporosis yang meningkatkan risiko patah tulang, dan bahkan kematian. Untuk itu, diperlukan deteksi dini gejala anoreksia. Gejala awal anoreksia yang paling umum adalah penolakan untuk makan, perubahan pola makan, dan pemilihan makanan yang sangat ketat. Sedangkan untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat, berkonsultasilah dengan para professional seperti psikolog dan psikiater.
Dalam jangka panjang, anoreksia bisa menyebabkan penyakit ginjal, keterlambatan menstruasi pertama pada remaja perempuan, osteoporosis yang meningkatkan risiko patah tulang, dan bahkan kematian.
Referensi
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorder 5thEdition (DSM-V). American Psychiatric Publishing.
Arcelus, J., Mitchell, A. J., Wales, J., & Nielsen, S. (2011). Mortality rates in patients with anorexia nervosa and other eating disorders: a meta-analysis of 36 studies. Archives of general psychiatry, 68(7), 724-731.
Bouquegneau, A., Dubois, B. E., Krzesinski, J. M., & Delanaye, P. (2012). Anorexia nervosa and the kidney. American journal of kidney diseases, 60(2), 299-307.
Faje, A. T., Fazeli, P. K., Miller, K. K., Katzman, D. K., Ebrahimi, S., Lee, H., … & Klibanski, A. (2014). Fracture risk and areal bone mineral density in adolescent females with anorexia nervosa. International Journal of Eating Disorders, 47(5), 458-466.
Huas, C., Caille, A., Godart, N., Foulon, C., Pham‐Scottez, A., Divac, S., … & Falissard, B. (2011). Factors predictive of ten‐year mortality in severe anorexia nervosa patients. Acta Psychiatrica Scandinavica, 123(1), 62-70.
Hung, C., Muñoz, M., & Shibli-Rahhal, A. (2021). Anorexia nervosa and osteoporosis. Calcified Tissue International, 1-14.
Hebebrand, J., & Herpertz-Dahlmann, B. (2018). Eating disorders and obesity in children and adolescents. Elsevier Health Sciences.
Kurniawan, M. Y., Briawan, D., & Caraka, R. E. (2015). Persepsi tubuh dan gangguan makan pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(3), 105-114.
Keel, P. K., Brown, T. A., Holland, L. A., & Bodell, L. P. (2012). Empirical Classification of Eating Disorders. Annual Review of Clinical Psychology, 8(1), 381–404. doi:10.1146/annurev-clinpsy-032511-143111
Laila, N. N. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Makan Pada Remaja di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2013.
Latzer, Y., Azaiza, F., & Tzischinsky, O. (2014). Not just a western girls’ problem: eating attitudes among Israeli-Arab adolescent boys and girls. International Journal of Adolescence and Youth, 19(3), 382-394.
Macht, M. (2008). How emotions affect eating: A five-way model. Appetite, 50(1), 1-11.
Misra, M., Miller, K. K., Kuo, K., Griffin, K., Stewart, V., Hunter, E., … & Klibanski, A. (2005). Secretory dynamics of ghrelin in adolescent girls with anorexia nervosa and healthy adolescents. American Journal of Physiology-Endocrinology and Metabolism, 289(2), E347-E356.
Modan-Moses, D., Yaroslavsky, A., Novikov, I., Segev, S., Toledano, A., Miterany, E., & Stein, D. (2003). Stunting of growth as a major feature of anorexia nervosa in male adolescents. Pediatrics, 111(2), 270-276
Neale, J., & Hudson, L. D. (2020). Anorexia nervosa in adolescents. British Journal of Hospital Medicine, 81(6), 1-8.
Neale, J., Pais, S. M., Nicholls, D., Chapman, S., & Hudson, L. D. (2020). What are the effects of restrictive eating disorders on growth and puberty and are effects permanent? A systematic review and meta-analysis. Journal of Adolescent Health, 66(2), 144-156.
Nehring, I., Kewitz, K., Von Kries, R., & Thyen, U. (2014). Long-term effects of enteral feeding on growth and mental health in adolescents with anorexia nervosa—results of a retrospective German cohort study. European journal of clinical nutrition, 68(2), 171-177.
Palla, B., & Litt, I. F. (1988). Medical complications of eating disorders in adolescents. Pediatrics, 81(5), 613-623.
Reas, D. L., & Rø, Ø. (2018). Time trends in healthcare‐detected incidence of anorexia nervosa and Bulimia nervosa in the Norwegian national patient register (2010–2016). International Journal of Eating Disorders, 51(10), 1144-1152.
S. Ruffolo, J., Phillips, K. A., Menard, W., Fay, C., & Weisberg, R. B. (2006). Comorbidity of body dysmorphic disorder and eating disorders: severity of psychopathology and body image disturbance. International Journal of eating disorders, 39(1), 11-19.
Silén, Y., Sipilä, P. N., Raevuori, A., Mustelin, L., Marttunen, M., Kaprio, J., & Keski‐Rahkonen, A. (2020). DSM‐5 eating disorders among adolescents and young adults in Finland: A public health concern. International Journal of Eating Disorders, 53(5), 790-801.
Stheneur, C., Bergeron, S., & Lapeyraque, A. L. (2014). Renal complications in anorexia nervosa. Eating and Weight Disorders-Studies on Anorexia, Bulimia and Obesity, 19(4), 455-460.
van Hoeken, D., & Hoek, H. W. (2020). Review of the burden of eating disorders: mortality, disability, costs, quality of life, and family burden. Current opinion in psychiatry, 33(6), 521.
Zipfel, S., Giel, K. E., Bulik, C. M., Hay, P., & Schmidt, U. (2015). Anorexia nervosa: aetiology, assessment, and treatment. The lancet psychiatry, 2(12), 1099-1111.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog