
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh American Psychiatric Association, ditemukan bahwa sebanyak 5% anak-anak mengalami ADHD. Selain itu, ADHD juga terjadi pada sekitar 2.5% dari populasi orang dewasa. Berdasarkan salah satu studi, ditemukan kemungkinan sekitar 65% anak-anak dengan ADHD akan mengalami kesulitan di masa dewasanya.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder juga diketahui lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Adapun rasio perbandingannya yakni 2:1 pada anak-anak dan 6:1 pada orang dewasa. Perbedaan diagnosis ADHD pada laki-laki maupun perempuan dapat menyebabkan adanya perbedaan pada rasio ini.
ADHD diketahui sebagai sebuah gangguan yang menghambat perkembangan otak seseorang. Hal tersebut yang menyebabkan seseorang dengan ADHD mempunyai struktur otak yang berbeda. Struktur otak yang berbeda merupakan pemicu gejala pada ADHD. Kita mungkin bertanya-tanya mengapa otak ADHD berbeda?
Otak Penderita ADHD
Apakah penderita ADHD memiliki kelainan otak? Penelitian yang dilakukan selama 15 tahun terakhir menemukan bahwa yang menjadi pemicu ADHD adalah gangguan neurologis. Studi MRI juga menunjukkan adanya beberapa bagian otak pada ADHD yang tampak abnormal. Ditemukan pula bukti yang konsisten bahwa individu dengan ADHD memiliki volume otak yang lebih kecil.
Ditemukan pula bukti yang konsisten bahwa individu dengan ADHD memiliki volume otak yang lebih kecil.
Meski demikian, banyak ahli yang dahulu meyakini bahwa faktor-faktor prenatal-lah yang membuat individu mengalami ADHD. Misalnya ibu terpapar logam berat selama masa kehamilan atau bahan beracun lainnya. Selain itu, trauma yang dialami anak saat dilahirkan atau lahir secara prematur juga dianggap sebagai faktor penentu.
Umumnya, otak mengalami pertumbuhan yang cepat pada usia 3-10 bulan, 2-4 tahun, 6-8 tahun, 10-12 tahun, dan 14-16 tahun. Tetapi pada ADHD, perkembangan otak akan melambat dan mulai memunculkan gejala pada usia 5 tahun. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai bagian–bagian otak mana yang rusak pada ADHD.
Apa yang Terjadi di Otak ADHD?
Penelitian yang dilakukan Castellanos pada 2002 dan 2004 yakni menguji hubungan antara volume otak dengan fungsi otak pada penderita ADHD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil volume otak, semakin menurun pula fungsinya. Seiring dengan penurunan volume tersebut, gejala ADHD akan menjadi lebih parah. Berikut merupakan beberapa bagian otak yang abnormal sehingga memicu gejala-gejala ADHD pada individu.
Cerebellum (Otak Kecil)
Individu dengan ADHD memiliki cerebellum (otak kecil) dengan ukuran yang lebih kecil. Diketahui bahwa otak kecil berfungsi untuk mengatur perhatian, problem solving, dan melakukan perencanaan.
Prefrontal Cortex (PFC)
Prefrontal cortex merupakan salah satu bagian dalam otak besar. PFC terletak pada bagian depan otak besar yang berfungsi untuk mengatur emosi serta perilaku individu. PFC dapat dibagi menjadi 3 bagian, yakni inferior kanan, ventral kanan, dan prefrontal dorsolateral kanan.
PFC Inferior Kanan
Bagian PFC inferior kanan seseorang dengan ADHD tampak kurang aktif. Hal tersebut membuat individu menjadi kesulitan untuk mengontrol gerakan mereka.
PFC Ventral Kanan
Selain itu, PFC ventral kanan membuat individu dengan ADHD mengalami perubahan emosi yang tidak stabil.
Prefrontal Dorsolateral Kanan
Sedangkan volume yang cenderung lebih kecil pada bagian prefrontal dorsolateral kanan menyebabkan masalah atensi pada ADHD.
Corpus Callosum
Sejumlah studi menyebutkan bahwa terdapat bagian tertentu dalam corpus callosum yang volumenya lebih kecil. Corpus callosum sendiri merupakan struktur jaringan saraf yang menghubungkan otak kanan dan kiri. Fungsi utama dari jaringan ini yaitu menjadi jalan pertukaran komunikasi antar otak kanan maupun kiri. Volume yang berkurang inilah yang menyebabkan adanya gangguan komunikasi antar otak dan menyebabkan gejala ADHD.
Basal Ganglia
Basal ganglia terdiri dari 3 bagian, yakni caudate nucleus, putamen, dan globus pallidus. Bagian otak ini berfungsi untuk mengatur ataupun mengelola gerakan motorik. Kerusakan yang terjadi pada bagian-bagian ini dapat menurunkan kemampuan regulasi diri pada individu.
Bagaimana Karakteristik pada ADHD Muncul?
Seperti kita tahu, ADHD memiliki 3 karakteristik yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas. Salah satu penyebab yang memicu gejala tersebut adalah masalah pada bagian saraf pusat, yakni otak. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai apa yang terjadi di otak ADHD hingga karakteristik itu muncul.
ADHD memiliki 3 karakteristik yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas. Salah satu penyebab yang memicu gejala tersebut adalah masalah pada bagian saraf pusat, yakni otak.
Inatensi
Karakteristik pertama pada ADHD adalah inatensi atau kurang perhatian. Ciri-ciri dari karakteristik ini yaitu rentang konsentrasi yang diberikan cukup singkat. Hal ini dapat disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada otak kecil. Kerusakan tersebutlah yang membuat individu dengan ADHD mengalami kesulitan untuk mengatur perhatiannya.
Bagian prefrontal cortex juga memiliki peran dalam mengatur perhatian atau atensi pada seseorang. Seperti pada bagian prefrontal dorsolateral. Pada volume yang normal, otak mampu membantu individu mengatur perhatian terhadap suatu hal. Tetapi berkurangnya volume pada bagian tersebut membuat individu kurang mampu untuk fokus pada satu hal dalam waktu yang lama.
Hiperaktivitas
Karakteristik lain yang muncul pada seseorang dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah hiperaktivitas. Hiperaktif merupakan munculnya aktivitas motorik yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisinya. Adapun tanda dari hiperaktif yaitu individu tampak sangat aktif, sulit untuk berdiam diri, dan banyak berbicara.
Banyaknya gerakan yang dilakukan dalam satu waktu dapat disebabkan oleh prefrontal cortex inferior kanan yang kurang aktif. Hal tersebut membuat individu tidak mampu untuk mengontrol gerakan motoriknya. Itulah bagian otak yang menyebabkan individu dengan ADHD mengalami gejala hiperaktif.
Impulsivitas
Karakteristik terakhir yakni impulsivitas atau perilaku impulsif. Impulsivitas merupakan suatu pengambilan keputusan untuk mengambil suatu tindakan secara tergesa-gesa. Contoh perilaku yang dilakukan misalnya mengambil keputusan tanpa memikirkan konsekuensi dan kesulitan untuk menunggu.
Hal ini dapat disebabkan karena kerusakan pada bagian basal ganglia. Basal ganglia yang rusak membuat individu memiliki regulasi diri yang rendah. Regulasi diri sendiri diketahui berguna untuk membantu individu memonitor diri dalam melakukan sesuatu.
Itulah dampak dari pertumbuhan saraf yang melambat dan memicu ADHD pada individu. Jika demikian, apakah ada cara untuk memperbaiki otak Attention Deficit Hyperactivity Disorder?

Bagaimana Anda Memperbaiki Otak ADHD?
Memperbaiki sesuatu tentu bukanlah hal yang mudah. Apalagi hal ini menyangkut organ tubuh, yakni otak. Tetapi, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi keparahan gejala ADHD.
Anda dapat berkonsultasi dengan tenaga profesional untuk mendapatkan saran yang tepat. Dokter spesialis juga bisa meresepkan obat-obatan, termasuk stimulan. Stimulan ini akan membantu kerja saraf yang kurang berfungsi dan mengurangi gejala yang ada. Sayangnya, tidak semua orang bisa mengkonsumsi stimulant. Sebagian dari individu dengan ADHD menunjukkan reaksi negatif terhadap obat-obatan.
Terapi perilaku menjadi salah satu opsi yang dapat dilakukan apabila seseorang memiliki alergi pada obat-obatan. Dalam terapi ini, individu dengan ADHD yang tergolong mild dapat diajari untuk mengendalikan perilakunya. Tentu hal tersebut harus disertai pendampingan keluarga agar proses terapi lebih maksimal. Kerja sama dengan pengajar juga diperlukan untuk membantu anak ADHD di sekolah.
Mengapa Otak ADHD Berbeda?
Penelitian menunjukkan bahwa memang terdapat abnormalitas pada otak individu dengan ADHD. Abnormalitas tersebut bisa terjadi dalam volume maupun tingkat aktivitasnya. Selain itu, letak terjadinya abnormalitas mempengaruhi berbagai gejala dan tingkah laku yang muncul.
Referensi
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington: American Psychiatric Publishing.
Arnsten, A. F. (2009). Toward a new understanding of attention-deficit hyperactivity disorder pathophysiology. CNS drugs, 23(1), 33-41. DOI: 10.2165/00023210-200923000-00005.
Kolb B. & Whishaw I.O. (2015). Fundamentals of human neuropsychology (7th ed). New York: Worth Publisher.
Krain, A. L., & Castellanos, F. X. (2006). Brain development and ADHD. Clinical Psychology Review. 26, 433-444.
NH, F. A., & Setiawati, Y. (2017). Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Jurnal Psikiatri Surabaya, 6(2), 98-107.
Setyawan, A. B., & Psikiatri, B. (2010). Aspek neurologis attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 2, 63-82.
*This article is reviewed by Ganda M. Y. Simatupang, M. Psi., Psikolog